Selasa, 14 Desember 2010

Sejarah Munculnya Filsafat

Kenapa filsafat muncul didaerah yunani? Ini yang pasti perama kali muncul dibenak kita tanpa disadari atau tidak. Karena disana tidak mempersoalkan perbedaan satus sosial, berbeda dengan Mesopotamia dan Babilonia.
Persoalan yang pertama kali muncul saat itu adalah persoalan kehidupan menyangkut bagaimana asal muasal jagat raya atau alam semesta ini. Mereka menjawab hanya bergantung pada mitos, legenda, kepercayaan dan agama sebagai bentuk keyakinan. Sekitar abad ke-7 SM, di yunani mulai mencari jawaban yang rasional.
The Greek Miracle, ada tiga faktor yang menjadi latar belakang Yaitu:
Pertama, mitos bangsa yunani. Kedua, kesusaateraan yunani, dan yang ketiga, pengaruh ilmu pengetahuan. (K. Bertens. 1990)
Untuk lebih mudah memahami filsafat serta aliran-aliran beserta tokoh-tokoh, maka ada empat klasifikasi periode. Filsafat klasik, pertengahan (Renaisan), modern dan kontemporer. (Ali Maksum. Ar-Ruzz Media, 2009)

A. Pra-Socrates (Filsafat Alam)
1.Thales (624-545 SM) lahir di Miletus, yunani. Zat utama yang menjadi semua kehidupan adalah air. Juga disebut sebagai madshab Milesian.
2.Anaximander (610-546 SM) adalah murid thales serta tokoh kedua Mdzhab Milesian. Segala sesuatu berasal dari subtansi yang asali, tapi bukan air melain kan “tak terbatas” abadi dan tak mengenal usia serta melingkupi seluruh dunia.
3.Anaximenes (585-528 SM) asal usul dunia adalah udara.
4.Pythagoras (582-496 SM) pemikirannya lebih dikenal dengan teorema serta menganggap dunia ini selalu berkaitan dengan matematika artinya semua dapat diprediksi.
5.Xenophanes (580-470 SM) seorang agamawan dan taat beragama. Tuhan itu tidak banyak tapi hanya satu, segala sesuatu di dunia ini berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
6.Parmenides (540-475 SM) lahir di Elea, italia selatan. Ahli dalam bidang politik. Pemikirannya tentang pembagian pengetahuan manusia dalam dua bentuk. Pertama, pengetahuan indra, dan kedua, pengetahuan budi. Yang pertama selalu berubah dan tidak abadi, namun pengetahuan yang kedua bersifat tetap dan abadi. Makanya dia berstetmen “yang ada itu ada” dan “yang tidak ada itu tidak ada”.
7.Heraklitos (535-480 SM) lahir di kota Ephesos. Dipengaruhi oleh filsuf Miletos. Pikirannya segala sesuatu berasal dari api, dan segala sesuatu yang ada di dunia pasti berubah. Tidak ada sesuatu yang tetap, semuanya dalam keadaan menjadi. Oleh karena itu, ia dikenal dengan filsafat menjadi.
8.Zeno (+490 SM) lahir di Elea, murid Parmenides. Ia mempertahankan benar kesatuan ini dan mengingkari benar gerak. Contohnya anak panah yang dipanahkan dari busurnya, hal itu bukan busurnya yang bergerak tapi realitas ada itu sendiri.
9.Empedocles (492-432 SM) lahir di Acragas, di pesisir selatan sisilia. Dikenal sebagai politisi demokrat sekaligus sosok yang mengaku dewa. Setujua dengan pendapat parmenides, namun disisi lain ia menentangnya dengan mengatakan bahwa kesaksian indra adalah palsu. Bahwa asal usul kehidupan itu terbentuk dari empat anasir yaitu air, udara, api dan tanah.
10.Anaxagoras 499-428 SM) lahir di clzomenae, ia termasuk penganut tradisi ilmiah dan Rasionalis Lonia. Dia yang pertama kali memperkenalkan filsafat di Athena. Bahwa ruhlah yang menjadi pertama kali perubahan-perubahan fisik. Ajaran filsafatnya menyerupai Empedocles. Yang terpenting ajarannya tentang nous (ruh,akal). Ruh tidak terpisah dari segala sesuatu, tidak bercampur dengan benih-benih. Ruh adalah yang terhalus dan tersempurna dari segala sesuatu. Oleh karenyanya, ruh menguasai segala sesuatu yang berjiwa.
11.Democritos (460-370 SM) ajarannya bahwa realitas bukan satu saja, melainkan banyak unsur. Unsur itu ia sebut sebagai atomos “tak terbagi”. Setiap atom tidak dijadikan, tidak termusnahkan dan tidak berubah. Serta ia juga membedakan dua bentuk pengetahuan; pengetahuan indra yang keliru dan pengetahuan budi yang benar. Jadi ada pengetahuan sebenarnya dan pengetahuan tidak sebenarnya.
Persoalan yang sangat rumit dari berbagai tokoh dalam arche (asal mula segala sesuatu). Serta konflik antara Heraklitos dan Parmenides tentang menjadi dan ada.

B. Zaman Keemasan: Sokrates, Plato dan Aristoteles
1.Socrates (470-399 SM) lahir di Athena, filsuf pertama dari tiga ahli filsafat besar di Yunani, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Perhatian Socrates sama dengan Shopis yaitu manusia, tapi bedanya kalau Shopis ketika mengajarkan pengetahuannya selalu memungut bayaran, Socrates malah sebaliknya tidak pernah meminta bayaran ataupun memungut bayaran dari murid-muridnya. Shopis berarti sarjana dan cendekiawan. Pada abad 4 SM sudah tidak disebut Shopis lagi melainakan dengan sebutan filosof, filsuf. Sebutan Shopis itu dipakai untuk guru yang berkeliling dari kota ke kota untuk mengajar. Dan oleh kaum Shopis, Socrates dituduh memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda, dan menentang kepercayaan negara.
Ia berpendapar bahwa dalam diri manusia terdapai dua unsur nilai yaitu nilai jasmaniyah dan ruhaniyah yang masing-masing tidak dapat terpisahkan oleh karenanya ia selalu berusaha menyelidiki manusia secara keseluruhan. Socrates dalam menghadapi kaum Shopis dengan metode yang lebih dikenal dengan sebuta dialektika-kritis (dialektika).
Ia hidup disaat Athena diruntuhkan oleh orang-orang oligarki dan orang demokratis. Masyarakat disana didoktrin oleh kaum relativisme dari kaum shopis. Socrates adalah filsuf yang absolut dan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas utama seorang filosof.
Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri dari pengetahuan dan manusia pada dasarnya adalah jujur, dan kejahatan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Pepatahnya yang terkenal; “kenalilah dirimu”.
Doktrin politik Socrates adalah “kebijakan adalah pengetahuan”. Prinsip politik olehnya juga diidentik beratkan pada etika yaitu dalam anggapa tersebut. Juga mengajarkan prinsip-prinsip moralitas yang tidak pernah berubah dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang beragam di pelbagai belahan dunia ini. Socrates mendasarkan hukum tersebut pada akal, konsepsi inilah secara formal menjadi bagian dari pemikiran filosofis. Kata-kata Socrates diakhir hidupnya” saya lebih baik dihukum mati, tetapi ajaran kebenaran yang saya sampaikan tetap hidup.
2.Plato (427-347 SM) lahir di Athena, pulau Aegia, ia murid sekaligus sahabat diskusi Socrates yang juga adalah guru dari Aristoteles. Pemikirannya yang terpeting adalah gagasan mengenai idea. Dalam falsafahnya ia menjelaskan, dunia ini hanyalah bayangan dari dunia idea. Jelaslah kebenaran umum itu memang sudah ada, bukan dibuat melainkan sudah ada di dalam idea. Selain dikenal dengan pemikir juga sebagai sastrawan.
Dunia realitas adalah dunia ide dan dunia inilah yang menjadi model dunia pengalaman.
Tentang Tuhan juga dijelaskan olehnya, bahwasanya pertama, manusia mempunyai Tuhan sebagai penciptanya, kedua, Tuhan mengetahui segala sesuatu yag diperbuat oleh manusia, ketiga, Tuhanlah yang menjadikan alam ini yang tidak beraturan menjadi beraturan. Serta pemikirannya yang ideal dalam sebuah negara, ada tiga golongan; yaitu golongan yang teringgi, golongan pembantu, dan golongan rakyat biasa. Ia dinobatkan sebagai pemikir idealisme. Ide yang dimaksudkan plato adalah ide yang mandiri, sempurna, abadi dan tidak pula berubah-ubah.
Plato menjustifikasi realitas menjadi dua; dunia ide dan dunia bayang-bayang atau jasmani. Dengan ini Plato mempertemukan pemikiran antara Heraklitos (filsafat ada) dengan Parmenides (filsafat menjadi).
Dalam politiknya bahwa sistem pemerintah harus didasari oleh idea yang tertinggi yaitu idea kebaikan, kemauan untuk melaksanakan itu tergantung pada budi. Tujuan pemerintahan yang benar adalah mendidik warga negara mempunyai budi yang hanya bersumber dari pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu harus berkuasa di dalam suatu negara. Itulah sebabnya Plato menyatakan bahwa kesenangan dunia tidak akan berakhir sebelum filosof menjadi raja dan raja-raja menjadi filosof.
3.Aristoteles (384-322 SM) lahir di Stragyra, Yunani utara dan juga murid Plato. Pemikirannya berbeda dengan gurunya, ia menerima yang berubah dan menjadi yang bermacam-macam bentuknya, yang semua itu berada dalam dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Makanya Aristotels dikenal dengan filsug Realisme. Pendekatan Aristoteles adalah empiris. Aristoteles juga menjelaskan bahwa kebaikan terletak di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh.
Aristoteles lebih dianggap sebagai bapak empirisme, menurutnya dalam negara kita harus memikirkan bukan saja bentuk pemerintahan yang terbaik, namun juga apa yang mungkin dan paling mudah dicapai oleh semua.
Dalam mengatur negara, ia juga memberikan banyak jasa dalam membedakan tiga bentuk negara yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang, sejumlah kecil orang, dan banyak orang, disebutkan juga monarki, aristokrasi dan politeia. Menurutnya tugas utama negara adalah menyelenggarakan kepentingan umum. Inti pemikiran politiknya setidaknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal yaitu; pertama, manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas, kedua, politik adalah ilmu praktis, ketiga, ada hukum moral universal yang harus dipatuhi semua manusia, dan keempat, negara adalah institusi alamiah.
4.Perbedaan Plato dan muridnya Aristoteles adalah kalau Plato idealis, spekulatif dan sugestif. Sedangkan Aristoteles adalah sosok tokoh pemikir yang kritis, analitis, empiris dan tidak spekulatif. Dalam filsafat kristen, Agustinus lebih Platonian sedangkan Aquinas lebih Aristotelian. Di Jerman lebih pada mazhab Platonian. Hegel, Karl Marx, dan pemikir mazhab Frakfurt hanya beberapa kelompok saja yang berpedoman pada prinsip-prinsip pemikiran Plato.

Filsafat Abad Pertengahan
Filsafat abad pertengahan lazim disebut filsafat skolastik. Kata tersebut diambil dari kata schuler yang berarti ajaran atau sekolahan. Pasalnya, sekolah yang diselenggarakan oleh Karel Agung mengajarkan apa yang diistilahkannya dengan artes liberales. Meliputi mata pelajaran gramatika, geometria, arithmatika, astronomi, musika dan dialektika. Pada abad skolastik disini berkisar pada abad 9-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yang dipengaruhi agama.
Perkembangan filsafat Yunani hingga menyebar luas keberbagai bangsa diantaranya bangsa Romawi. Romawi merupakan kerajaan terbesar di daratan Eropa pada saat itu yang bersamaan dengan nama Kristen. Masa pertumbuhan dan perkembangan filsuf Eropa sekitar abad 5 belum memunculkan ahli pikir tetapi, setelah abad 6 Masehi barulah muncul ahli pikir (filsuf). Jadi filsafat Eropalah yang mengawali filsafat Barat pada abad pertengahan (Skolastik).
Angagapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kedua, walaupun orang-orang mengenal agama baru tapi mereka menganggap filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap. Karena gereja sangat membelenggu manusia, manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Pada saat ini teologilah yang jadi prioritas pemikiran, jadi manusia akan di hukum jika ada yang menyelidiki agama untuk dirasionalkan.
Karakter filsafatnya pada abab pertengahan (Skolastik); pertama, cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja, kedua, berfilsafat didalam lingkungan ajaran Aristoteles, ketiga, berfilsafat dengan pertolongan Augustinus. Abad kegelapan disini manusia terbelenggu oleh kebijakan dominasi gereja.
Filsafat abad pertengahan dibagi dua periode, yaitu Periode Skolastik Islam dan Periode Skolastik Kristen.
A.Periode Skolastik Islam (Arab)
Kendati islam sudah dikenal oleh dunia sejak awal abad VII Masehi, namun filsafat dikalangan kaum Muslim baru mulai pada awal abad VIII. Karena pada abad pertama perkembangan Islam tidak terdapat isme-isme atau paham-paham selain wahyu. Dalam kalangan Muslim filsafat dianggap berkembang dengan baik mulai abad IX Masehi hingga abad XII. Keberadaan filsafat pada masa ini juga menandai masa kegemilangan dunia Islam yaitu selama masa Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1258) dan Daulah Amawiyah di Spanyol (755-7492).
Istilah Skolastik Islam jarang dipakai dalam khazanah pemikiran Islam, istilah yang sering dipakai adalah ilmu kalam atau filsafat islam. Kedua ilmu tersebut dalam pembahsannya dipisahkan (Hasbullah Bakry).
Periode Skolastik Islam dapat dibagi empat masa, yaitu:
1.Periode Kalam Pertama
Periode ini ditandai kelompok-kelompok mitakallimin/aliran-aliran dalam ilmu kalam, yaitu:
a.Khawarij (Paham Teokratik)
b.Murjiah
c.Qadariyah (meyakini adanya usaha dan mengingkari doa)
d.Jabariyah (meyakini doa dan mengingkari adanya usaha)
e.Mu’tazilah (rasional) yang dimotori oleh Wasil bin Atha dan dianggap sebagai rasionalisme islam.
2.Periode Filsafat Pertama
Periode ini ditandai oleh munculnya ilmuwan dan ahli-ahli dalam berbagai bidang yang menaruh perhatian terhadap filsafat Yunani terutama filsafat Aristoteles, yaitu munculnya filsuf islam di wilayah timur.
a.Al-Kindi (806-873 M)
b.Al-Razi (865-925 M)
c.Al-Farabi (870-95- M)
d.Ibn Sina (980-1037 M)
3.Periode Kalam Kedua
Periode ini ditandai munculnya tokoh-tokoh kalam yang besar pengaruhnya, diantaranya:
a.Al-Asy’ari (873-957 M) ia awalnya penganut Mu’tazilah tapi karena tidak puas keterangan-keterangan yang diberikan gurunya Al-Jubai, akhirnya ia keluar dari Mu’tazilah. Aliran dan pahamnya disebut Asy’ariyah dan juga disebut Al-maturidi.
b.Al-Ghazali (1065-1111 M) ia diknal dengan “Hujjatul Islam” (benteng Islam). Semula seorang mutakallimin, karena tidak puas ia beralih kelapangan filsafat, dan ternyata juga tidak puas beralih pada tasawwuf, terbukti dalam bukunya Tahafut al-Falasifah.
4.Periode Filsafat Kedua
Ditandai dengan munculnya sarjana dan ahli dalil-dalil dalam berbagai bidang yang juga meminati filsafat. Mereka semua hidup pada masa Daulah Amawiyah di Spanyol (Eropa) pada saat Eropa sedang dalam keadaan kegelapan. Dengan tampilnya filsuf Muslim di Eropa, Yaitu:
a.Ibnu Bajjah (1100-1138 M), di Barat de kenal Avempace.
b.Ibnu Thufail (1185 M) di Barat di kenal Abubacer.
c.Ibnu Rusyd (1126-1198 M) di Barat di kenal Averroce.
Pembelaan terhadap filsafat dan para filsuf atas serangan-serangan Al-Ghazali.
Sampai abad ke 12 oarang-orang Barat belum mengenal filsafat Aristoteles secara keseluruhan. Buku peranan ahli pikir Islam atas kemajuan dan peradaban Barat banyak disembunyikan, Barat tidak mengakui secara terus terang jasa para ahli pikir Islam.
5.Periode Kebangkitan
Periode adanya kesadaran dan kebangkitan kembali dunia Islam setelah mengalami kemerosotan alam pikiran sejak abad XV hingga abad XIX. Oleh karenanya periode ini disebut juga Renaissans Islam. Di antara tokoh yang berpengaruh adalah Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal dan masih banyak lagi.
B.Periode Filsafat Skolastik Kristen
Dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu masa skolastik awal, masa sklolastik keemasan dan masa skolastik akhir.
1.Masa Skolastik Awal (Abad 9-12 M)
Kemerosotan pemikiran filsafat pada masa pra-Yunani disebabkan kuatnya dominasi golongan gereja. Muncullah ilmu ilmu pengetahuan yang dikembangkan di sekolah-sekolah. Pertama kali timbul Skolastik di Biara Italia Selatan dan akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah lain.
Pemikiran yang sangat mencuat pada saat itu adalah perdebata antara rasio dan wahyu (agama). Menurut Anselmus, rasio dapat dihubungkan atau digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan. Hubungannya adalah saya percaya supaya saya mengerti. Setelah itu muncullah persoalan universalia. Dalam ini, ada tiga pendapat; pertama, Ultra-realisme mengatakan perkara-perkara atau esensi benar-benar ada, lepas dari penggambaran dalam pikiran. Kedua, Nominalisme, ia beranggapan bahwa universalia hanyalah nama atau bunyi saja (flatus foice) dan tidak ada dalam realitas. Ketiga, Moderato Realisme, ia mengambil jalan tengah dengan pernyataannya bahwa universalia yang nyata tidak ada dirinya sendiri. Yang ada hanyalah ide tentang universalia yang ada pada pikiran manusia. Tokoh dari ini yaitu Thomas Aquinas dan Petrus Abaelardus (1079-1180 M), Petrus tokoh terakhir dari paham ini, serta ia dilahirkan di Le Pallet, Prancis.
Anselmus menyatakan bahwa berfikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berfikir diluar iman (di luar kepercayaan) karena itu ia berfikir merupakan suatu yang berdiri sendiri.
2.Masa Skolastik Keemasan
Ditandai dengan munculnya karya non-Kristiani dan filsuf Islam mulai berpengaruh sejak pertengahan abad ke-12. Masa ini juga merupakan masa kejayaan Skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 M. Dan munculnya beberapa Universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarakan pendidikan ilmu pengetahuan.
Adanya perlawanan dari Augustinus disebabkan adanya anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang dikenal mulai abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh filsuf Arab (Islam), makanya dianggap membahayakan ajaran Kristen. Dalam menghindarinya Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilagkan unsur-unsur atau selipan dari Ibn Rusyd.

PENDIDIKAN DI TURKI

BAB I
PENDAHULUAN
Pada tanggal 6 sd 16 Oktober 2008 sebanyak 20 kepala sekolah RSBI di berangkatkan ke Turki oleh Direktorat Jendral peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan departemen pendidikan nasional untuk melakukan studi banding dengan sekolah-sekolah yang ada di negara Turki yang bertaraf internasional. Selain itu kegiatan ini juga dimaksudkan untuk pelatihan kepemimpinan kepala-kepala sekolah agar memiliki pengetahuan dan wawasan global.
Konsep pendidikan sekolah berasrama di negara Turki sama dengan konsep pendidikan di sekolah Indonesia, lokasi yang terisolir dari keramaian kota menghindari dampak-dampak negatif lingkungan sekitar pemenuhan fasilitas sarana dan prasaranaM pendidikan didalam kampus dan melarang seluruh siswa-siswanya untuk menggunakan televisi, handphone dan lain sebagainya yang dianggap menggangu proses belajar mengajar.
Rekruitmen murid dilakukan secara selektif dengan mengutamakan potensi akademik dan kesediaan orangtua untuk membantu semua program-program sekolah, tenaga-tenaga pendidik yang ada juga melalui proses seleksi yang ketat tidak sembarang orang bisa menjadi guru disekolah ini, sehingga guru yang mengajar betul-betul ahli dalam bidangnya dan memiliki kompetensi yang digariskan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Proses pembelajaran yang dilakukan penuh dengan kedisplinan yang tinggi, semua guru yang mengajar harus mengacu kepada silabus yang telah ditentukan dan membuat persiapan mengajar sebelum PBM dimulai. Selain itu semua guru juga dihimbau untuk berprestasi dalam bidang yang diampu, baik prestasi akademik maupun non akademik.
Maka sangatlah wajar bilamana dari sekolah ini muncul output (alumni) yang berkualitas. Sehingga dapat kita lihat juara-juara olimpiade dunia dalam bidang sains banyak datang dari sekolah ini.



BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN DI TURKI

A. Latar Belakang
Pada awalnya Turki merupakan salah satu negara yang berbentuk kerajaan. Saat ini pemerintahan turki berbentuk republik yang beribu kota di Istanbul. Republik Turki termasuk sebagai negara dan memproklamirkan diri sebagai negara sekuler, namun tidak bisa dipungkiri bahwa jiwa Islamnya tetap melekat dan tak terpisahkan dari bangsa Turki. Begitu pun berdampak terhadap kemajuan pendidikan di negara tersebut.
Masuknya sistem pendidikan modern dalam kalangan kerajaan Turki Usmani bermula sejak sultan Mahmud II (1785-1839 M ), Turki mengadakan pembaharuan dalam berbagai bidang pendidikan. Di zaman itu, madrasah serupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di kerajaan Turki Usmani. Di madrasah itu Mahmud menyadari bahwa madrasah-madrasah tradisional tersebut tidak sesuai lagi dengan tuntunan perkembangan zaman. Oleh karena itu Turki berusaha untuk memperbaiki sistem pendidikan madrasah yang ada, agar anak-anak bisa mendapatkan pelajaran pengetahuan umum. Namun mengadakan perubahan dalam kurikulum madrasah dengan memasukkan pengetahuan-pengetahuan umum pada waktu itu sangat sulit. Karena itu, Turki mendirikan dua sekolah pengetahuan umum yang berdiri sendiri. Terpisah dari sistem madrasah tradisional yang ada. Kedua sekolah tersebut adalah :
1.Sekolah Pengetahuan Umum (Mekteb-Ima’rif)
2.Sekolah sastra (Mekteb-I Ulum Edebiye)
Sistem pendidikan di Turki dibangun sesuai dengan reformasi Attaturk setelah perang turki.

B. Tujuan Pendidikan
Tujuan sistem pendidikan di Turki adalah untuk mendidik produktif, individu yang senang dengan pandangan luas pada urusan dunia yang akan bersatu dalam kesadaran nasional dan berfikir untuk membentuk sebuah negara yang tidak dapat dipisahkan, dan akan memberikan kontribusi untuk kesejahteraan masyarakat melalui keterampilan mereka. Ini adalah pemikiran yang akan memainkan peranan dalam pembentukan Turki sebagai bangsa yang kreatif dan membedakan anggotanya dari dunia modern.

C. Struktur dan Jenis Pendidikan
Setelah perubahan dari Usmani ke Republik Turki banyak reformasi di bidang pendidikan telah dibuat. Seperti di Ottomans bahasa Usmani adalah sulit, abjad Arab adalah salah satu yang sangat sulit untuk belajar, dengan rasio keaksaraan sangat rendah dan pendidikan agama adalah subjek utama banyak perubahan radikal telah dibuat. Beberapa yang penting adalah sekularisasi dan perubahan abjad.
Sistem pendidikan Turki 8 tahun pendidikan dasar antara usia 6 dan 14, dan pada tahun 2001 pendaftaran anak-anak dalam rentang usia ini adalah hampir 100%. Untuk 14-18 tahun tiga tahun atau lebih dari pendidikan sekunder tersedia di depan umum, pembelajaran berjarak, kejuruan dan sekolah tinggi.. Sekitar 95% dari siswa menghadiri sekolah negeri, tetapi ketidakcukupan ini membuat masyarakat semakin memotivasi orang tua kelas menengah untuk mencari pendidikan swasta.
Selain dari sistem pendidikan umum, juga ada nursery school yaitu pelatihan pra-sekolah yang diselenggarakan swasta. Namun, tingkat pendidikan ini belum umum dan terbatas pada sekitar 5-10% dari anak-anak prasekolah di Turki. Kebanyakan keluarga di kota-kota besar dan ibu-ibu bekerja memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah Nursery. Pada dasarnya anak-anak mulai usia sekitar empat tahun dan mempelajari permainan, teater, melukis, tata krama, lagu, dll
Sekolah Dasar, yang wajib selama 8 tahun dimulai pada usia 7 umumnya tetapi, tergantung pada perkembangan fisik anak-anak juga dapat 6 tahun. Di beberapa daerah pedesaan orang tua tidak dapat mengelola secara fisik untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah karena mereka tinggal jauh dari kota-kota di pegunungan.
Sekolah menengah ini terdiri dari Sekolah Menengah Atas, yang biasanya memakan waktu 3 tahun. Di sekolah-sekolah ini, sistem satu guru kelas untuk setiap perubahan ke spesialis guru untuk setiap mata pelajaran. Siswa dapat memilih satu bahasa asing dari Inggris, Perancis atau Jerman. Pendidikan pada tingkat ini adalah gratis kecuali di sekolah swasta di mana biaya rata-rata sekitar 4.000 US Dolar per tahun. Siswa menunjukkan rasa hormat terhadap guru mereka dengan memanggil “sir” atau “guru”, atau berdiri di kelas ketika seorang guru memasuki kelas.
Pendidikan Menengah, terdiri dari Ortaokul dan Lioce Ortaokul bagi anak-anak berumur 12-14 tahun, sedangkan lice sekolah lanjutan atas 3 tahun setelah Ortaokul. Ortaokul merupakan sekolah umum, yang mempersiapkan untuk memasuki pendidikan lebih tinggi namun juga di bangun sekolah ortaokul yang bersifat kejuruan teknik. Tetapi kebanyakan orang tua menghendaki anaknya memasuki sekolah tamat ortaokul ini. Sedangkan lice juga terdiri dari pendidikan yang bersifat umum dan pendidikan yang bersifat kejuruan dan teknik. Sebagiannya ada yang khusus untuk anak laki-laki dan lainnya khususnya untuk anak perempuan.
Universities Universitas terdiri dari perguruan tinggi dua tahun dan empat tahun, yang berasal dari sekolah pendidikan lanjutan yang semua otonom yang berafiliasi ke Dewan Pendidikan Tinggi. Terdapat total 60 perguruan yang tidak termasuk swasta. Siswa yang masuk perguruan tinggi melalui ujian yang diselenggarakan setahun sekali. Dalam rangka untuk mendapatkan masa depan yang baik, siswa akan belajar di departemen baik di perguruan tinggi. Ini sebabnya mereka mulai belajar untuk ujian masuk sebanyak dua tahun sebelumnya, pada umumnya mengambil kursus swasta juga. Para siswa harus mendapatkan minimal 105 poin untuk memiliki kesempatan. Untuk belajar di Perguruan Tinggi tidak semua orang bisa mendapatkan tempat. Secara umum 1/3 dari para siswa dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Yang lain, jika mereka mampu melanjutkan ke perguruan tinggi swasta, mulai bekerja, tunggu satu tahun atau lebih mengikuti, pelatihan militer untuk laki-laki.
Berbeda dengan tingkat pendidikan sebelumnya, siswa harus membayar biaya sekitar US $ 100-350 per tahun di pendidikan tinggi. Setelah empat tahun belajar mereka juga dapat terus melakukan master untuk satu atau dua tahun. Ini juga dengan pemeriksaan dan biaya yang lebih sedikit.



D. Manajemen Pendidikan
1. Otorita
Badan yang bertanggung jawab terhadap pendidikan adalah Milli Egitim Bakanligi (Ministry of National Education) Milli Egitim Bakanligi (Departemen Pendidikan Nasional) yang dikepalai seorang menteri. Untuk periode kali ini dikepalai oleh Hüseyin Çelik.
2. Pendanaan
Pada tahun 2002, total pengeluaran untuk pendidikan di Turki sebesar $ 13,4 miliar, termasuk anggaran negara yang dialokasikan melalui Departemen Pendidikan Nasional dan swasta dan dana internasional.
Universitas publik biasanya tidak memungut biaya mahal dengan biaya $ 15.000 per tahun, dan oleh karena itu, mayoritas siswa mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga publik. Sejak 1998, perguruan tinggi telah diberikan otonomi yang lebih besar dan didorong untuk meningkatkan dana melalui kemitraan dengan industri.
3. Kurikulum
Pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah 9 dan kelas 10 adalah:
a.Bahasa Turki
b.Turki sastra
c.Matematika
d.Fisika
e.Chemistry
f.Biologi
g.Geometry
h.Sejarah Turki
i.Geografi
j.Bahasa Inggris
k.Bahasa Asing (Jerman, Perancis, Italia, Jepang, Arab, Rusia)
l.Keamanan nasional
m.Studi kesehatan
n.Electives
o.Profesi Pelajaran (hanya di Sekolah Tinggi Kejuruan)
p.Kursus Agama (hanya dalam Anatolian Imam Hatip-SMA dan Imam-Hatip SMA)
q.Pada akhir sekolah tinggi, selama 12 tahun, siswa mengambil Finishing School Examination dan mereka diminta untuk melewati ini untuk mengambil OSS dan melanjutkan studi di sebuah universitas.
E. Isu Pendidikan
Terhitung sejak Senin (28/7/2008) Mahkamah Konstitusi (MK) Turki membahas (secara maraton) dakwaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Dakwaan itu terkait dengan sepak terjang AKP yang dicurigai kalangan sekuler akan menghancurkan sekularisme yang ditetapkan sebagai ideologi negeri (Turki modern) oleh Kemal Ataturk pada 1923.
Sebagaimana diketahui, pertengahan April lalu, AKP memelopori parlemen Turki yang menyetujui draf perubahan UU terkait dengan pencabutan larangan jilbab. Berdasar keputusan tersebut, perempuan Turki diperbolehkan menggunakan jilbab di tempat-tempat resmi seperti di lembaga pendidikan, bahkan juga di dalam ruang kerja. Jilbab adalah isu sensitif di negeri sekuler itu lantaran dijadikan simbol pertarungan antara agamisme (Islam) dan sekularisme. Atas perubahan UU itu, Kamis 06 Juni 2008, MK Turki menggugurkan UU jilbab tersebut karena dianggap melanggar konstitusi Turki sebagai negara sekuler. Kini MK menindaklanjuti putusannya tersebut, yaitu pembuktian atas dakwaan pelanggaran konstitusi yang didakwakan kepada AKP.
MK, jajaran militer, dan beberapa lembaga negara lainnya dikenal sebagai ”sarang-sarang” kaum sekuler di Turki.
Mereka cenderung melakukan apa pun untuk menyelamatkan sekularisme. Termasuk membubarkan partai politik yang dianggap mengancam sekularisme.
Sejauh ini, MK Turki (didirikan pada 1963) sudah membubarkan kurang lebih 20 partai. Termasuk partai yang berhaluan agamis (Islam) seperti Partai Rafah (dibubarkan pada 1998) dan Partai Fadilah (dibubarkan pada 2001). Menurut sejumlah pengamat Timur Tengah, kini AKP (yang dibesarkan oleh tokoh-tokoh berhaluan agamis) menghadapi ancaman kurang lebih sama dengan dua partai Islam yang sudah dibubarkan.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Pendidikan di Turki juga tidak jauh berbeda dengan Negara-negara yang lainnya, hanya saja pertama kalinya mendirikan madrasah-madrasah karena pendidikan umum disana pada mulanya sangatlah sulit karena itulah di Turki mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang orientasinya pada pendidikan umum.
Madrasah-madrasah yang sangat menonjol pada pra-reformasi, namun kemudian pasca-reformasi pendidikan di Turki berubah hingga sistem dan abjad pun menjadi berubah pula.
Sedangkan jenjang atau tahapan pendidikan disana juga tidak jauh berbeda. Di tingkat dasar hanya ditempuh 8 tahun, sekolah menengah ata atau kita kenal SMA selama 3 tahun (Artaokul) yang siswa-siswinya lebih dikenalkan kepada lapangan kerja serta berbagai macam teknik, desamping itu juga ada sekolah umun (Lice Sekolah) setelah ia menyelesaikan di sekolah menengah atas yaitu melanjutkan ke Lice sekolah.
Di saat siswa-siswi di sekolah menengah atas, ia diwajibkan memilih satu bahasa asing yang terdiri dari 3 / tiga bahasa yaitu bahasa inggris, jerman dan prancis. Baru setelah itu mereka melanjutkan ke perguruan tinggi di berbagai perguruan tinggi yang mereka senangi. Dan manajemen pendidikannya dengan cara Otorita, Pendanaan dan Kurikulum.


B.Saran
Kami mengharap kritik atas makalah ini, demi penyempurnaan dan semoga makalah yang kami buat bermanfaat khususnya bagi teman-teman pecinta Bahasa Arab.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafii Maarif, 1997, Pengembangan Pendidikan Tinggi Post Graduate Studi Islam Melalui Paradigma Baru yang Lebih Efektif, Makalah Seminar.
______, 1984, Fazlur Rahman, al-Qur'an dan Pemikirannya dalam Islam, Edisi Indonesia, Pustaka, Bandung.
Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh at-Tuwainisi, Dirasatun Muqaaranatun fit Tarbiyyatil Islamiyyah., terj. H.HM. Arifin, Rineka Cipta.
 Azyumardi Azra, 1994, Pendidikan Tinggi Islam dan Kemajuan Sain (sebuah Pengantar), Pengantar dalam buku ; Charles Michael Stanton, Higher Learning in Islam, Terj. H.Afandi dan Hasan Asari, Logos Publishing House, Jakarta.
Fazlur Rahman, Islam, Anchor Books, New York, 1968, dilengkapi edisi The Checago University, 1979,. Tej. Ahsin Mohammad, 1997, Pustaka, cetakan III, Bandung.
______, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, The University of Chicago, Chicagi, 1982., terj. Ahsin Mohammad, 1985, Pustaka.
Ghufron A.Mas'adi, 1997, Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hamid Hasan Bilgrami dan Sayid Ali Asyraf, Universitas Islam, terj. 1989, Tiara Wacana,Yogyakarta.
Hasan Langgulung, 1986, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan, Pustaka al-Husna, Jakarta.
M.Natsir, 1973, Kapita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta.
Muhaimin, dkk., 1999, Kontraversi Pemikiran Fazlur Rahman, Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, Pustaka Dinamika, Cirebon.
Syed Sajjad Husein dan Syed Ali Ashraf, Crisis Muslim Education, Hodder and Stoughton King Abdulaziz University, First Published 1979, King Abdulaziz University, Jeddah Saudi Arabia., terj. Rahmani Astuti, 1986, Risalah, Bandung

SEBUAH REFLEKSI PERJALANAN PENDIDIKAN INDONESIA

Pada dasarnya penddikan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan manusia yang sejati. Manusia yang mampu menjadi stack holder, penggerak, serta pemimpin dimasa depan. Oleh karena itu, diperlukan tahapan-tahapan ataupun proses-proses yang mendukung kepada tujuan tersebut sehingga menjadi cita-cita yang tidak sia-sia. Akankah pendidikan akan terus berjalan serta berkembang hingga benar-benar menjadi media dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM).
Indonesia, pada pra kemerdaan masih belum mengenyam pendidikan dikarenakan masih dijajah oleh pasukan belanda saat itu. Belanda melarang serta tidak memperbolehkan sekolah karena takut dari orang Indonesia menjadi pintar-pintar sehingga bisa melawan kepada mereka. Kehawatiran belanda ternyata menjadi kenyataan dan pada akhirnya belanda dikalahkan oleh jepang, kekuasaanpun diambil alih olehnya.
Diwaktu jepang menjajah, walaupun pendidikan yang diselenggarakan hanyalah strategi mereka, namun sudah ada upaya dari warga Indonesia yaitu tokoh intelektual maupun ulama yang masih peduli terhadap kemajuan Indonesia. Saat itu Indonesia tidak mampu berbuat apa-apa sama sekali, walaupun Indonesia melawan kekuatannya berbanding sedikit lebih banyak. Jepang menguasai Indonesia hanya beberapa tahun saja, hingga akhirnya kekuasaan mampu direbut kembali. Setelah
Dimasa penjajahan jepang sudah mulai nampak pendidikan yang sifatnya transformasi knowdlage(ilmu pengetahuan) atau tarsformasi value (nilai). Disini menjadi perjalanan panjang dalam frame pendidikan di Indonesia. Apakah pendidikan saat itu hanya merupakan awal sebuah kemajuan bangsa aau malah sebaliknya. Masa demi masa begitu cepat berlalu, sampai pada saat sekarang pendidikan adalah hal yang menarik dan hangat untuk dibicarakan bersama.
Promlem inilah yang mengakibatkan persoalan pendidikan menjadi mencuat pada saat sekarang, keprihatinan dari kalangan intelek maupun ulama muslim yang menyuarakan hak-hak asasinya. Dengan penjajahan yang begitu lama serta penderitaan yang tak kunjung henti hingga akhirnya bangsa Indonesia baik dalam budaya, social, ekonomipun dipengaruhi oleh bangsa asing. Urgensitas pendidikan nilai begitu penting karena sangat menjamin akan kepribadian anak bangsa yang akan menjadi penerus sejarah, memimpin Indonesia ke depan lebih maju.

Pendidikan Orde Lama
Indonesia dijajah tiga setengah abad lamanya, baru pada orde lama (orla) Indonesia bisa mengenyam pendidikan serta merasakan pendidikan setelah kemerdekaan dideklarasikan oleh presiden pertama Soekarno. Saat itu juga soekarno dalam pidatonya, “berbeda-beda tapi tetap satu jua” dan akan membawa bangsa ini pada bangsa yang penuh dengan kesejahteraan, baik dalam pendidikan, ekonomi, politik, sosial dan dalam bidang-bidang yang lain.
Pada waktu Orla, ideologi Indonesia ditetapkan oleh soekarno sebagai asas berbangsa dan bernegara yaitu asas pancasila, yang menjadi rumusan serta rujukan kita semua sebagai warga Indonesia, hal ini tentunya bertujuan agar supaya siapa saja orangnya dalam bertindak dan memutusakan sesuatu perkara tidak menyimpang dari kelima sila tersebut. Landasan ideologi panacasilalah yang menjadi perioritas dalam menetukan kebijakan maupun dalam pembuatan Undang-undang Negara Republik Indonesia.
Masa ini, pendidikan masih sangat rendah dikarenakan dari berbagai komponen yang masih belum memadai. Permulaan pendidikan yang diawali dari pendidikan pancasila yang hanya mementingkan kebebesan dan mamantapkan ideologi pancasila sebagai pembelajaran yang wajib diketahui oleh semua warga Indonesia. Dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara diharuskan memahami dan mengetahui bagimana pancasila menjadi landasan dalam pendidikan, keinginan yang harus dicapai dalam pendidikan ini adalah bagaimana warganya sendiri memahami, mengerti serta menyadari kalau Indonesia terdiri dari berbagai budaya, ras, agama maupun suku yang bermacam-macam.

Pendidikan Orde Baru
Pendidikan pada waktu orba, ditandai saat itu ketika lengsernya Sueharto dari kursi kepresidenannya. Pendidikan yang sudah bercorak nilai-nilai demokratis, memberikan kebebasan berpendapat, bertindak dan berprilaku. Demokrasi yang awalnya sebuah system Negara ternyata juga dijadikan rujukan dalam pendidikan. Legitimasi pendidikan ala demokratis mampu diterapkan sedikit demi sedikit agar tercipta nuansa pendidikan yang tidak terkesan monoton, memaksa peserta didik walaupun hanya dengan memberika kesempatan atau peluang kepada semua peserta didik.
Walaupun Indonesia sudah mampu mewujudkan pendidikan yang demokratis hanya saja problematika acap kali muncul. Problem yang diakibatkan oleh sistem pendidikannya, guru maupun peserta didik sendiri. Dalam prolem sistem dalam hal kurikulumnya yang sering berganti mulai dari kurikulum 1994, KBK atau KTSP sekalipun selalu menimbulkan kontroversi dikalangan cendekiawan. Hal inilah kemudian menjadi lemahnya pendidikan di Indonesia, yang satu masih belum diterapkan secara utuh sudah diganti dengan kurikulum yang lain.
Dalam guru pun juga terjadi persoalan, ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung di sekolah-sekolah banyak terjadi guru hanya transformasi ilmu pengetahuan saja, sangatlah lemah guru dalam transformasi nilai. Padahal yang sangat urgen dalam KBM bagaimana pendidik mampu mengarahkan dan memeberi contoh kepada anak didiknya nilai-nilai etika yang baik. Jadi jelaskan di Indonesia seakan-akan kehilangan ruhnya. Hal tersebut menyimpang dari landasan pendidikan nasional yang sudah lama menjadi rumusan pendidikan di Indonesia.

ALIRAN STRUKTURALISME

Abstrak: Dalam tulisan ini, kami akan mencoba menjelaskan secara panjang lebar tentang strukturalisme beserta pemikiran tokoh masing-masing agar kita semua memahami apa hakikat dari stukturalisme? Beberapa tokoh yang kami ulas disini akan menjadi diskripsi sekaligus jembatan untuk menuju pemahaman yang sebenarnya. Diantaranya Claude Levi-Strauss pencetus pertama aliran strukturalis di Prancis, yang kemudian dikemudian dikembangkan oleh tokoh lainnya seperti Jacques Lacan, Roland Barthes, Louis Althusser, Michel Foucault. Sehingga disini terjadi perdebatan ideology yang amat panjang sehinggu memunculkan ide-ide baru dalam strukturalisme. Maka dari itu, disini juga akan kami jelaskan mengenai srukturalisme sindiri yang tidak lepas dari latar belakang munculnya aliran tersebut yakni adanya kajian linguiistik yang dimotori oleh F. Desausure tentang Sigbifiant, segnifie, Langue, Parol, sinkroni, diakroni.
Kata Kunci: Aliran Strukturalis, Kajian Linguistik, Pemikiran Beberapa tokoh (Claude Levi-Strauss, Jacques Lacan, Roland Barthes, Louis Althusser, Michel Foucault), Sigbifiant, segnifie, Langue, Parol, sinkroni, diakroni.
Pendahuluan
Strukturlism dalam bahasa Inggris dari latin Struere dengan arti membangun. Struktura berarti bentuk bangunan. Jadi strukturalisme merupakan aliran yang lebih mementingkan sebuah sistem yang menjadi latar belakang adanya Linguistik Sausure Prancis. Yang menjadi ajaran pokoknya adalah masyarakat dan kebudayaan memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. F. Sausure yang mendominasi munculnya strukturalisme dengan beberapa penemuan-penemuan (pengkajian) diantaranya mengenai Sigbifiant (penanda) dan segnifie (yang ditandakan), Langue (bahasa milik bersama) dan Parol (bahasa individual), serta sinkroni (peninjauan ahistoris) dan diakroni (peninjauan historis).
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur yang sama dan tetap.
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040).
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996: 1040).
Satu filsuf seperti Saussure menekankan bahwa suatu tanda bahasa bermakna bukan karena refrensinya kepada benda dalam realitas. Yang ditandakan benda dalam realitas bukanlah benda, melainkan konsep tentang benda. Karena menurut ia tanda konsep tidak lepas dari tanda bahasa, tetapi termasuk tanda bahsa itu sendiri. Menurut saussure juga, tanda bahasa yang dipelajari oleh linguistik terdiri atas dua unsur; le signifiant the signifier dan the signified. Dalam bahasa indoneisa dapat diterjemahkan “penananda” dan yang “ditandakan”. Segnifiant adalah aspek material dari bahasa, sedangkan segnifie adalah gambaran mental, pikiran atau konsep.
Bahasa sebagai sistem ini membawa kita kepada perbedaan yang dilakukan oleh Saussure, linguistik harus memperhatikan sinkroni sebelum menghiraukan diakroni. Sinkroni dan diakroni berasal dari kata yunani kronos (waktu) dari awalan syn dan dia, masing-masing berarti “bersama” dan “melalui”. Maka dari itu, sinkroni dapat dijelaskan sebagai “bertepatan menurut waktu” dan diakroni “menelusuri waktu”. Maka dapat disimpulkan, diakroni adalah peninjauan historis menurut sejarah atau kejadian yang sudah berlalu, sedangkan sinkroni menunjukkan pandang yang sekali tidak ada kaitannya dengan prespektif historis (peninjauan ahistoris).
Maka dari itu, jelas bahwasanya ciri khas strukturalisme ialah pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Berangkat dari seperangkat fakta yang akan diamati pada permulaannya, strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur nti dari uatu objek (hierarkinya, kaitan timbale balik antara unsure-unsur pada setiap tingkat), dan lebih lanjut menciptakan suatu model teoritis dari objek tersebut.
Dengan penyelidikan dan penyingkapan instrinsiknya maka terjadi beberapa perkembangan dan penyimpangan strukturalisme yang pada mulanya menerapakan pendirian Saussure, tapi sekarang sudah diterapkan dalam bidang yang lain. Seperti yang dilakukan oleh Claude Levi-Strauss dengan menuju penspesifikasian struktur tetap hubungan-hubungan yang, berdasar hipotesis, di terima oleh semua manusia secara tidak sadar dan pra-reklektif. Levi-Strauss menggunakan metode antropologi dan linguistik secara serempak. Dalam penerapan metodenya ini kemiripan atau kesamaan berbagai macam mitos dan adat-istiadat dalam pelbagai masyarakat, manusia dipandang sebgai porsi dari struktur yang tidak “dikonstitusikan” oleh analisis itu melainkan “dilarutkan” dengan analisis.
Jaques Lacan, pendiri mazhab Freudian, mempergunakan perhatian strukturalis pada bahasa dengan dunia bawah sadar manusia. bagi Lacan, bahasa bukan saja alat yang memungkinkan seseorang mampu menyelami dunia tak sadarnya, tetapi juga yang tidak sadar itu sendiri “distruktur secara persis” sebagai suatu bahasa.
Lois Althusser memperluas analisis strukturalis kearah pemikiran Karl Marx. Dalam percobaan ini dilakukan usaha untuk memandang sejarah maupun ekonomi sebagai “tercaplok” di dalam struktur-struktur. Sementara Roland Berthes menerapkan analisis strukturalis pada kritik sastra. Dengan menganggap macam-macam gaya ekspresi atau analisi sebagai “bahasa-bahasa yang berbeda-beda”, tugas kritik sastra adalah tugas terjemahan.
Sedangkan Michel Foucault menerapkan strukturalisme pada bidang filsafat. Menurutnya, tatanan kata-kata mengandung kunci bagi pengertian, baik dalam filsafat maupun bidang lain, dan lebih penting disiplin tatanan benda-benda. Agar supaya lebih jelas dan memahami strukturalisme kami bahas tokoh-tokoh dalam makalah kami dengan judul “Aliran Strukturalisme” beserta pemikirannya. Disini juga dibahas beberapa analisa dari penulis makalah ini, dengan tujuan memberi pemahaman kepada para pembaca dalam kesulitan-kesulitan memahami aliran Strukturalisme.
Sudah jelas bahwasanya para tokoh strukturalisme menerapkan perinsip-prinsip F. Desaussure ke dalam bidang-bidang lain. Ada yang menerapkan strukturalisme dalam antropologi budaya (Claude Levi-Straus), Jacques Lacan menerapkan strukturalisme dalam bidang Psikoanalisa, Roland Barthes menggunakan juga prinsip-prinsip Saussure dalam bidang kritik sastra, serta Michel Foucault yang menggunakan strukturalisme dalam bidang pengkajian epistemologi. Maka dapat di bilang aliran strukturalisme mengalami kemajuan, awalnya hanya digunakan dalam bahasa saja (F. Saussure), namun oleh bebrapa filsuf diterapkan atau digunakan dalam beberapa bidang atau hal lain.
Perkembangan-perkembangan tersebut diawali sebagai satu-satunya upaya untuk mencari sebuah kebenaran dalam sosial-budaya ataupun ekonomi-politi. Hal itu menandakan reformasi perkembangan dari satu periode ke dalam periode lainnya, yang pada hal itu akan mendorong pelbagai perubahan bain dari interaksi yang ada dalam sebuah polis ataupun kebudayaan dalam polis itu sendiri. Strukturalisme mempunyai peran penting, sehingganya dapat membangun sebuah peradaban, pembangunan, serta kontruk dalam cara mengatur atau mengarahkah sebuah polis.
Ada beberapa poin-poin atau ruang lingkup dalam makalah kami yaitu hal-hal yang melatar belakangi munculnya strukturalisme dan juga kami ulas dengan tuntas mengenai aliran struturalisme beserta diskriptif dari berbagai tokoh. Kemudian dalam analisis kami gunakan berbagai literature buku diantaranya buku karangan K. Bertens Jilid II dengan judul buku Filsafat Kontemporer, Kamus Loren Bagus, dan dengan buku Pengantar Linguistik Umum, F. Sausure dan lain-lain.
Dalam kesimpulan disini, juga kami gunakan hasil-hasil diskusi selama 1 minggu yang dilaksanakan di Pakuniran bersama semua teman-teman Kelompok Kajian Pojok Surau (KKPS) angkatan 2007. Dan juga kami gunakan kemampuan kami semaksimal mungkin untuk menganalisa dan mengkritisi aliran strukturalisme dalam berbagai buku dan asumsi-asumsi para ilmuan sekarang.
Tokoh-tokoh dalam Strukturalisme
Beberapa tokoh dalam strukturalisme yang sering kita jumpai dan menjadipembahasan yang alot serta selalu menimbulkan tanda tanya besar dalam benak kita maupun dan merupakan pengkajian kita bersama. Pembahasan ini akan memakan waktu begitu lama untuk memahami dan mengaplikasan dalam kehidupan manusia tentang apa yang sebenarnya strukturalisme. Tentunya, tidak mudah untuk mengetahui hal itu karena kita harus memahami tokoh-tokoh dalam aliran strukturalisme tersebut. Dengan begitu, kita akan lebih mensentralkan pengkajian dalam mengetahui hakikat strukturalisme itu sendiri.
Strukturalisme disini sebagai proses membangun dalam berinteraksi satu sama lain dan mengembangkan kebudayaan mereka sendiri dengan tujuan sebagai reaksi terhadap evolusionisme positif dengan dengan menggunakan metode-merode riset struktural yang dihasilkan oleh matematika, fisika dan ilmu-ilmu alam lainnya . Terciptanya berbagai dialektika dan usaha-usaha tersebut, sehingga strukturalisme mulai dikembangkan oleh beberapa filsuf seperti Claude Levi-Strauss (linguistic perancis), Jacques Lacan (Psikoanalisa), Roland Barthes (Kritik sastra) dan filsuf-filsuf strukturalis yang lain. Oleh karena itu, strukturalisme tidak hanya digunakan untuk bahasa saja sebagaimana seorang filsuf yang berdasar pada prinsip-prisip Sausure, akan tetapi digunakan dalam bidang yang lain.
Perkembangan struktururalisme yang digunakan dalam berbagi bidang oleh beberapa filsuf mewujudkan pentingnya relasi-relasi dan komunikasi (social-komunis) yang terstruktur dalam kehidupan manusia. Relasi-relasi dan komunikasi yang inten serta continue mewujudkan berbagai akumulasi, revolusi serta evolusi dalam sebuah komunitas (polis). Usaha dalam membangun itulah yang dijadikan landasan oleh pemikir-pemikir dalam menganalisa realitas kehidupan. Tidak mudah untuk membentuk peradaban dalam kehidupan manusia, karena adanya beberapa kesulitan-kesulitan, kejadian yang tidak diharapkan, serta kejadian yang diluar dugaan kita.
Diantara faktor-faktor yang memajukan strukturalisme di dalam beberapa ilmu ialah diciptikannya semiotika (kombinasi pemikiran), ide-ide Sausure dalam Linguistik, ide-ide Levi-Strauss dalam Etnologi, dan L.S. Vygotsk dan Piaget dalam Psikologi, serta tampilnya metalogika dann metamatematika (Frege, Hillbert).
Mungkin kita akan lebih memahami tentang aliran strukturalisme dengan mendalami tokoh-tokoh strukturalisme serta pemikirannya, dan sejarah tokoh tersebut. Karena dengan mengkomparasikan dan menilik sejarah kembali dari beberapa tokoh, sehingga dapat menyimpulkan definisi baru dan pemahaman baru tentang stukturalisme. Secara struktur apa yang ada di dunia ini, tanpa adanya struktur barang kali kehidupan manusia tidak akan terarah. Sesutu yang terjadi di dunia ini bukan karena kebetulan, tapi sudah terstruktur sebelumnya. Marilah kita dalami dan pelajari beberapa tokoh yang mereformasi dan mengembangkan strukturalisme dalam hal lain.
1. Claude Levi-Strauss
a. Riwayat Hidup
Claude Levi-Strauss, dilahirkan di Brussel, Belgia, tahun 1908 dari orang tua Yahudi yang berkebangsaan Prancis. Tahun 1914 mereka pindah ke Versailles, Prancis. Ia belajar filsafat di Universitas Sorbonne. Tetapi pada waktu itu dalam rangka studi flsafat diberi kesempatan juga untuk mendalami karya-karya ilmu social (E. Durkheim, M. Mauss, dan lain-lain), karena antropologi budaya belum merupakan suatu spesialisasi akademis tersendiri. Ia memperoleh aggregation de philosophie (1932) dan untuk bebrapa waktu mengajar filsafat di salah satu Lycee. Tahun 1934 ia menjadi professor sosiologi di San Paolo, Brazil (1934-1937). Sementara itu bebrapa kali ia melakukan penelitian etnografis di pedalaman Brazil. Tehun 1938-1939 ia dapat mengikuti suatu ekspedisi ke daerah Indian di pendalaman brazil . Tahun 1939-1940 ia memnuhi wajib militernya di Prancis. Setelah kota Paris jatuh dalam tengan tentara Jerman, ia berhasil pindah ke luar negeri dan akhirnya sesudah singgah di beberapa tempat lain tiba di New York di mana ia menjadi dosen pada The new scholl of social research. Di situ ia bertemu dengan Roman Jacobson, perjumpaan yang sangat menentukan untuk karier ilmiah Levi-Strauss. Melalui Jacobson ia berkenalan dengan Linguistik modern dan menemukan kemungkinan-kemungkinannya untuk antropologi. Tahun 1945 ia mempublikasikan artikelnya “analisa structural dalam Liguistik dan antropologi” dalam majalah Word, organ dari The linguistic cirde of New York yang didirikan oleh Jacobson. Bersama Jacobson ia menulis juga suatu analisa structural tentang sajak penyair Prancis Baudelaire yang berjudul Les chat. Tahun 1947 ia pulang ke Prancis. Ia menjadi direktur studi pada Ecole pratique de hautes etudes (1950-1974) dan mencapai puncak kariernya dengan diangkat sebagai professor antropolog pada College de France (1959). Ia mendapat banyak penghargaan dari dalam dan luar negeri, seperti Prix Paul Pelliot (1949), The Huxley memorial medal (1965), medali emas dari Centre national de larecherche scientifique (1968), penghargaan tertinggi di bidang ilmiah di Prancis, dan Hadiah Erasmus (1973). Tahun 1973 juga ia diterima sebagai anggota Academia Francaise . Dalam sejarahnya juga diceritakan, bahwa Levi-Strauss juga dipengaruhi oleh ketiga filsuf pada masa mudanya dan menentukan kehidupannya sebagai sarjana kemuadian, yaitu filsafat Karl Marx, Psikoanalisa Simund Freud, dan ilmu geologi. Inilah sedikit ulasan sejarah Levi-Strauss pada masa mudanya.
b. Karya-karya
Di antara karya-karya boleh disebut: La vie familial et sociale des Indiens Nambikwara (1948) (Hidup kelurga dan hidup sosial pada Indian-Indian Nambikwara); Les structurares elementaires de la parente (1949; edisi yang direvisi 1967) (Struktur-struktur elementer kekerabatan); Trietes tropiques (1955) (Daerah tropika yang menyedihkan) adalah otobiografinya yang menjadi sukses besar. Buku Antropologie structural (1958) (Antropologi structural) mengumpulkan pelbagai artikel dan publikasi kecil. Le totemisme aujourd’hui (1962) (Totemisme dewasa ini); La pensee sauvage (1962) (Pemikiran Liar) . Studi besar tentang mitologi diberi judul umum My thologiques dan terdiri atas empat jilid tebal (1964; 1967; 1968, 1971); judul ini barangkali dapat diterjemahkan sebagai “Mitologi-mitologi” sebab dalam nama Prancis sengaja terdapat referensi pada kata “Logika” dalam bahsa inggris telah telah dipilih terjemahan: Introduction to a science of mythology. Antropologie structural deux (1973) (Antropologi Struktural Jilid Kedua) mengumpulkan lagi sejumlah karangan kecil. La voie des masques (1973) (Jalan Topeng-Topeng) mempelajari topeng-topeng dari kebudayaan-kebudayaan primitive dalam hubungan dengan mitologi mereka. Myth and meaning (1978) adalah buku kecil yang memuat ceramah-ceramah yang diberikan Levi-Staruss untuk Radio Kanada siaran berbahasa Inggris. Le regard elogne (1983) (Pandangan Jauh) merupakan kumpulan artikel-artekel yang sebagian besar mendalami tema-tema dari karya-karyanya yang lain.
Kiranya kita sudah ini cukup sebagai dasar pemikiran Levi-Strauss mulai dari perjalanan hidupnya untuk dijadikan bahan untuk kita analisa. perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, sangat sangat mendominasi juga kepada pemikirannya. Dengan begitu kita bisa memahami pola pikir dari filsuf ini dengan mengaitkan riwayat hidup dan karya-karyanya sewaktu dia masih dalam pencarian kepribadiannya menjadi seorang filsuf Prancis pada saat itu dengan sebutan bapak strukturalisme Prancis.
c. Pemikiran-pemikiran Levi-Strauss
Perlu kita underlaine sebelum dia berikhtiar merealisasikan program secara sistematis pemikirannya Mauss, yaitu untuk memadukan antara sosiologi dengan mengikut sertakan ilmu bahasa dengan tujuan agar supaya lebih maju, yang terjadi sekitar 1920-an. Fonologi terutama ditandai tiga cirri yang ketiga-tiganya dapat dimanfaatkan dala ilmu antropologi yaitu sebagai berikut:
1) Bahasa seluruhnya merupakan suatu sistem tanda, demikian pun juga, unsusr-unsur bahasa yang disebut fonem-fonem merupakan suatu sistem yang terdiri dari relasi-relasi dan oposisi-oposisi.
2) Sistem itu dipelajari secara sinkonis, sebelum orang menyelami masalah-masalah diakronis.
3) Hukum-hukum Linguistik memperlihatkan suatu taraf tak sadar. Hukum-hukum tata bahasa misalnya diterapkan orang tanpa ragu-ragu. Padahal orang tidak mengenal hukum-hukum itu secara sadar. Itu berarti bahwa sistem bahasa dibentuk oleh “psike manusiawi” yang tidak reflektif dan tidak sadar.
Dalam karang Struktur-struktur elemeter kekerabatan, yang merupakan karang terbesar Levi-Strauss pertama kali memberikan perhatian dunia terpelajar internasional. Di situ ia berikhtiar menganalisa dan menjelaskan sistem-sistem kekerabatan primitif (krinship sistem) dengan menggunakan metode strukturalistik. Dia menyetarafkan antara kekerabatan dengan obyek Linguistik dengan argumen-argumen yang kuat, seakan kekerabatan dapat dianggap sebagai semacam bahasa. Kekerabatan dan perkawinanan merupakan sebuah sistem dan sistem itu terdiri atas relasi-relasi dan oposisi-oposisi. Seperti suami-istri, bapak-anak, saudara lelaki-saudara perempuan. Itu semua sama seperti bahasa, kekerabatan merupakan sebuah sistem komunikasi. Bahasa adalah sistem komunikasi, karena ada informasi atau pesan-pesan yang disampaikan oleh individu kepada individu lain. Dan karena alasan klan-klan atau famili-famili atau grup-grup sosial lain tukar-menukar wanita, sebagaimana bahasa sebagai penukaran, komunikasi, dialog, demikian pun kekerabatan.
Dengan menerapkan metode-metode struktural dalam penyelidikan relasi-relasi kekerabatan, Levi-Strauss beranggapan dapat mencurahkan cahaya baru atau suatu masalah yang sudah lama dipersoalkan dalam antropologi, yaitu larangan Incest. Ada beberapa interpretasi dari Incest ini, namun Levi-Strauss menafsiri bahwa larangan Incest adalah sama universal seperti bahasa. beberapa cara yang diterapkan oleh ilmu antropologi dalam berusaha melarang Incest tersebut, diantaranya dengan menggunakan teori biologis/eugenetis (larangan itu mempunyai dasar alamiah, karena orang tua kerabat akan melahirkan keturunan yang tidak sehat), teori psikologis (orang yang dibesarkan tidak merasa daya tarik seksual satu sama lain) dan beberapa teori sosilogis seperti yang digunakan Durkheim dalam melarang Incest ini.
Dalam hal ini, Levi-Strauss mengambil itu suatu hal yang negatif, akan tetapi aspek yang negative dari fenomena positif. Sehingga dia mengambil sebuah kesimpulan dengan adanya perintah mengenai “eksogami” (menikah dengan wanita dari klan lain) yang mempunyai sebab akibat negative larangan terhadap “andogami” (menikah dengan wanita dari klan yang sama) yang menjadi dasar hubungan-hubungan sosial dan kultur pada umumnya ialah pertukaran (L’echange). Dengan demikian, Levi-Strauss dapat menerangkan larangan Incest yang dalam grup-grup sosial konkret tanpak dalam macam-macam bentuk sebagai perwujudan yang berlain-lainan dari struktur yang identik dan universal. Dalam pemikiran Levi-Strauss juga dikatakan dalam buku ini (pemikiran liar) 1962 bahwasanya tidak ada perbedaan antara “pemikiran liar” dan “pemikiran jinak”, antara dalam pemikiran masyarakat primitif dan pemikiran sekarang ini (modern). Pemikiran primitf tidak bersifat pra-logis, kalau dibandingkan dengan pemikiran modern sebagaimana pendapat yang dilontarkan oleh Lucien Levy-Bruhl, seorang filsuf dan sosiolog Prancis. Buku ini juga merupakan kritikan tajam kepada Sartre terhadap bukunya Kritik atas Rasio yang terbit dua tahun sebelumnya. Menurut Levi-Strauss, Sartre sebenarnya masih menganut pendapat tersebut. Tetapi harus ditekankan, pemikiran primitive maupun pemikiran ilmiah yang modern kedua-duanya berpikir logis. Hanya caranya berlainan. Perbedaannya menurut Levi-Strauss, kalau “pemikiran liar” bekerja pada taraf inderawi, merupakan pemikiran konkret. Sedangkan “pemikiran modern” merupakan pemikiran yang abstrak dan cara hitungnya pun berbeda. Sehingga dia memperlihatkan secara luas klasifikasi-klasifikasi yang tersusun dalam masysrakat-masyarakat primitif (menyangkut tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang dan lain-lain). Inti pemikiran dari Levi-Strauss ialah menciptakan orde atau tata susunan.
Levi-Strauss juga memecahkan problem yang sering muncul dalam ahli antropologi budaya, yaitu tentag totemisme. Menurutnya, totemisme sebagai sebagai sistem sosiu-religius yang terdapat di tempat-tempat yang berbeda (Australia, Afrika, dan Amerika) tanpa relasi satu sama lain. Totemisme hanya sebagai salah satu penerapan dalam pemikiran konkret yang dijalankan oleh masyarakat-masyarakat primitif. Totemisme juga merupakan suatu pendekatan teoritis yang pertama terhadap realitas di mana realitas-realitas di mana relasi-relasi konkret yang diamati yang diterapkan pada realitas itu sendiri.
Dengan adanya dua cara pemikiran yang berbeda ini, sehingga Levi-Strauss mampu menetukan bagaimana kerjanya psike manusiawi pada umumnya. Dengan demikian ia sampai pada pendiriannya mengenai une pensee sans sujet (pemikiran tanpa subyek). Dikatan, bahwasanya pemikiran tidak berasal dari suatu “subyek”. Berfikir adalah mengklasifikasi. Sudah menjadi kesepakatan dan diterima dalam seluruh tradisi filsafat barat: mulai dari Descartes sampai dengan Sartre bahwa subyek tidak mempunyai peranan. Dengan berpikir manusia hanya mempraktekkan struktur yang terdapat dalam realitas, struktur yang terdapat dalam benda-benda .
Sampailah pemikiran dari materialistik yang ekstrem tentang hidup psikis manusia. manusia merupakan sebagian dari kosmos atau realitas material yang tidak membuat lain daripada mencerminkan kosmos itu sendiri. Akibatnya, bagi Levi-Strauss pada akhirnya tidak ada perbedaan prinsipial antara ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan manusia, dua-duanya mempelajari hal yang sama.
Dalam buku Mythogique Levi-Strauss juga berusaha mewujudkan dan mencoba mengaitkan ke dalam pemikiran liar. Menurutnya, psike selallu dideterminasi oleh struktur-struktur tak sadar dalam segala pekerjaannya. Dan Levi-Strauss menginterpretasikan mitologi juga terdiri dari relasi-relasi serta oposisi-oposisi dan dengan cara demikian “pemikiran liar” barhasil menciptakan keteraturan dalam dunianya.
Dalam mengkaji mitos-mitos hauslah tidak melihat dari satu arah saja, tapi bisa dilihat dari beberapa arah. Kita bisa mengulas dan memulai pengkajian tersebut dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan. Dengan begitu kita akan tau apa saja yang harus kita cari dan kita gali. Sehingga sampailah pada kesetaraan dan keseimbangan dalam kehidupan dan menjadikan struktur itu (relasi-relasi) lebih sistematis.
2. Jacques Lacan
a. Riwayat Hidup
Jacques Lacan adalah salah satu tokoh dari strukturalisme yang menganggap Levi-Strauss telah meninggalkan psikoanalisa Freud sebagai satu-satunya sumber inspirasi bagi usahanya di bidang strukturalisme dan lebih memntingkan taraf tak sadar. Ia dilahirkan di Paris dan belajar ilmu kedokteran serta psikiatri di kota asalnya (1901-1981). Tahun 1932 ia meraih gelar “doktor dalam ilmu kedokteran” dengan disertai la psychose paranoque dans ses rapport avec la personalite (dicetak ulang tahun 1975) (Psikosa Paranoia dalam Hubungan dengan Kepribadian). Tahun 1936 ia member ceramah pada kongres ke-14 dari “Himpunan internasional untukpsikoanalisa” di Marienbad tentang teorinya yang disebut “fase cermin” ia menolak sikap emperistis dan sientestis, ia menentang bertambah pentingnya Ego psychology dikalangan mereka (Hartmann, Kris, Loewenstein dan mempersoalkan tendensi “medikalisasi” pada analisis-analisis Amerika. Dalam hal terakhir ia dekat dengan ikhtiar Freud sendiri dalam Masalah analisa awam (1927). Di Paris is mendirikan suatu himpunan baru Societe Francaise de Psychanalyse (1953). Tahun 1964 himpunan baru itu dibubarkan dan diganti dengan Ecole Freudienne de Paris (sekolah Freudian di Paris). Inilah sekilas sejarah perjalanan pada masa mudanya.
b. Karya-karya
Karya Lacan yang tebal berjudul Erits (1966) (Karangan-karangan) terdiri dari ceramah-ceramah yang diberikannya pada pelbagai kesempatan. Sejak tahun 1953, secara berkala ia memberikan seminar-seminar ia menarik semakin banyak peminat dan menjalankan pengaruh besar sekali atas kehidupan intelektual di Paris pada tahun 60-an dan 70-an. Seminar-seminar tersebut selalu direkam dan dengan persetujuan dan kerja sama tersebut selalu direkam dan dengan persetujuan dan kerja sama Lacan sendiri mulai diterbitkan sejak tahun 1975 dengan judul Le seminaire de Jacquea Lacan, dibawah pimpinan menantunya Alain Miller. Tahun 1974 terbit bukunya Television (Televisi). Sangatlah sulit untuk menemukan karya-karya Lacan karena sulit untuk dibaca dan dengan jelas ia menerangkan pemikirannya dengan cara lisan, sedangkan yang dituangkan dalam bentuk tulisan (karya) sangat sulit untuk dipahami.
c. Pemikiran-pemikiran Jacques Lacan
Sejarah Lacan mengatakan bahwa Lacan sedikit banyak dipengaruhi oleh Psikonalisa Freud Hegel dan juga Heidegger . Dalam Spikonalisa Freud, ia memperlihatkan suatu decentrement (dalam bahasa Inggris telah diterjemahkan) pada manusia. ia memperkenalkan kita dengan kenyataan bahwa manusia “seakan-akan tergeser dari pusatnya”. “manusia tidak lagi tuan atau penguasa dalam rumahnya sendiri”, ini yang dikatakan Freud. Anggapan tersebut bukan sebuah revolusi dalam cara memandang manusia yang dimainkan oleh kesadaran dalam seluruh pemikiran Barat sejak Deskartes dan Lacan menjelaskan ketidaksadaran itu dalam cahaya penemuan-penemuan Sausure antara significant dan signifie, antara “penanda” dan “yang ditandakan”, juga dibuat landasan oleh Lacan. Bahasa (langue seperti yang dimengerti Sausure ) merupakan suatu sistem yang terdiri dari relasi-relasi dan oposisi-oposisi yang mempunyai prioritas terhadap subyek yang berbicara. Manusia tidak membuat sistem itu tapi sebaliknya takluk padanya. Menurut Lacan hal yang sama berlaku juga untuk ketidaksadaran. Ketidaksadaran semacam Logos yang mendahului manusia perseorangan.
Lacan juga membahas ketidaksadaran dalam konteks percakapan psikoanalitis atau percakapan seorang psikoanalis sama pasiennya atau analisannya. Merupakan pendapat Lacan akan hal itu ketidaksadaran mempunyai struktur yang sama seperti bahasa. Ia juga sependapat dengan Freud bahwa manusia “telah tergeser dari pusatnya”. Dalam percakapan psikoanalitis subyek tidak berbicara, tetapi dibicarakan: le sujet y est parle plutot qu’il ne parle (Ecrits, hlm. 280). Bukan saya yang berbicara; ada yang bicara dalam diri saya (it speeks in me). Ketidaksadaran merupakan le discours de l’Autre (diskursus dari yang Lain) (Ecrist, hlm. 379). Dari bebrapa uraian di atas, sudah jelas bahwa Lacan tidak mempercayai dengan adanya peran subyek, oleh karena itu ia beranggapan ada orang lain dalam diri manusia.
3. Roland Barthes
a. Riwayat Hidup
Tokoh ini yang memainkan peran penting dalam aliran strukturalisme pada tahun 60-an dan 70-an di Paris (1915-1980). Ia dilahirkan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne serta Paris. Dan ia mempelajari sastra dan klasik (Yunani dan Romawi) di Universitas Sorbonne, ia lama berobat di beberapa sanatoria (1942-1947). Ia mengajar bahasa dan sastra Prancis di Bukarest (Rumania) dan Kairo (Mesir). Sesudah kembali di Prancis ia bekerja untuk Centre national de recherché scientique (Pusat rasional untuk penelitian ilmiah) dan menulis artikel-artikel tentang sastra. Dari tahun 1960 ia menjadi asisten dan kemudian “direktur studi” dari seksi keenam Ecole pratique deshautes etudes. Pada tahun 1976 ia diangkat sebagai professor untuk “semiologi literer” di College de Frauce. Tahun 1980 ia meninggal pada umur 64 tahun, akibat ditabrak mobil di jalanan Prancis sebulan sebelumnya.
Roland Barthes dipengaruhi oleh para filsuf yang menandai zamannya, seperti misalnya eksistensialisme, marxisme, dan strukturalisme, sehingga pemikirannya menentang segala macam kontinuitas serta kesatuan dan sebaliknya menekankan diskontinuitas serta pluralitas.
b. Karya-karya
Karya pertma kali ia tulis, dengan judul Le degree zero de L’ecreture (1953) (Nol derajat di Bidang Menulis), dengan karyanya ini ia berpendirian sendiri dan menempuh jalan hidupnya dengan tidak bergantung dengan siapapun. Dalam buku ini menunjukkan pemikirinnya pada kritikan atas kebudayaan borjuis. Dalam hal ini sejalan dengan Sartre dan beberapa Marxis Prancis pada waktu itu. Kemudian menulis karya lagi dengan judul Mythologies pada tahun 1957 (Mitologi-Mitologi), karya yang ditulis ini menganalisa data-data kultural yang dikenal umum seperi Citroen DS, balap sepeda Tour de France, reklame dalam surat kabar dan lain-lain sebagai gejala masyarakat borjuis dan ia juga berusaha memperlihatkan ideologinya. Dikatakan juga dalam sebuah sejarah tahun 1956 ia membaca buku Saussure Kursus tentang Linguistik Umum dan mulai menyadari kemungkinan-kemungkinan untuk menerapkan semiologinya atas bidang-bidang lain. Pemikirannya bertentangan dengan Saussure, Barthe beranggapan bahwa semiologi termasuk linguistik dan tidak sebaliknya. Pada tahun 1964 juga mengarang dalam buku kecil dengan judul Element de semiologie. (Beberapa Saussure Semiologi). Buku lain juga dikarang oleh Barthes yaitu System de la mode (Sistem Mode) pada tahun 1967, merupakan suatu percobaan metode analisa struktural atas mode pakaian wanita. Diantara buku-buku Barthes yang lain bisa disebut juga L’empere des signes (1970) (Kekaisaran Tanda-Tanda), tentang Jepang, suatu Negara yang banyak dikagumi oleh Barthes dan strukturalisme pada umumnya. Ia juga menulis otobiografinya dengan judul Roland Barthes par Roland Barthes (1979) (Roland Barthes oleh Roland Barthes). Buku ini ditulis dengan menggunakan orang ketiga (“ia” atau juga “RB). Inilah sedikit ulasan mengenai karya-karyanya sewaktu masih menjadi filsuf hingga berkembang dan menjadi rujukan para pemikir sekarang.
c. Pemikiran-Pemikiran Roland Barthes
Pemikiran-pemikirannya tidak jauh dari beberapa filusf yang menjadi pengaruh dalam hidupnya. Seperti halnya Barthes mengikuti pendapat E. Benveniste, ahli linguistik Prancis besar yang berasal dari Libanon. Benveniste menekankan bahwa sekolompok tanda baru berarti bila dapat dibahasakan. Karena itu bahasa mempunyai perioritas di atas semua sistem tanda-tanda yang lain. Dalam karang yang telah dijelaskan di atas dalam buku yang berjudul Sistem Mode, Barthes memperlihatkan bahwa dibelakangnya terdapat suatu sistem yang mengatur kehidupan manusia dalam berinteraksi satu dengan yang lainya.
Berthes mempersoalkan pandangan tradisional, karena menurut Balzac sering dibandingkan dengan melukis, akan tetapi Barthes memprlihatkan bahwa realisme Balzac itu sebetulnya tidak melukiskan kehidupan, tetapi hanya pandangan-pandangan yang sudah fixed tentang kehidupan. Ia melukiskan steroip-steroip tentang kehidupan. Dengan demikian Barthes menganggap realisme terdiri bukan atas meniru yang real, melainkan atas meniru suatu tiruan dari yang real. Sehingga Barthes mulai penyelidikannya dengan membagi buku Sarrasine atas yang disebutnya 561 lexies yang semua diberi nomor. Istilah lexie dipergunakan untuk menunjukkan “satuan bacaan”. Ada Lexie yang terdiri dari beberapa kata dan ada Lexie yang terdiri dari beberapa kalimat. Setelah teks dipotong-potong menjadi satuan-satuan itu dapat dikombinasikan satu dipertentangkan. Untuk itu ia menggunakan lima kode: kode hermeneutis dan aksional, kode semantik dan simbolis, dan akhirnya kode referensial. Kode terahir misalnya menjadi relasi-relasi dengan realitas di luar teks.
4. Louis Althusser
a. Riwayat Hidup dan Karya-karya
Prancis disaat Negara Barat banyak yang memusatkan perhatiannya pada Maxisme, bukan saja di bidang politik (Pracis sudah lama mempunyai Partai Komunis yang kuat) melainkan juga dalam kalangan intelektual. Terutama di awali sejak Perang Dunia II kaum cendekiawan Prancis merasa tertarik akan Filsafat Karl Marx. Sebelum kita mempelajari pemikiran Althusser, terlebih dahulu harus mengetahui terlebih dahulu keterkaitannya dengan strukturalisme. Walaupun ia menolak nama “struturalis” namun tidak dapat disangkal bahwa ada persamaan tertentu antara beberapa pikiran Althusser dan prinsip-prinsip dasar dalam strukturalisme.
buku-buku karangan yang ditulis oleh Althusser juga harus kita pelajari, untuk mengetahui bagaimana hubungan Althusser dengan strukturalisme. Seperti buku dengan judul Pour Marx (1965) (Demi Marx) dan Live le Capital (1965), dua jilid (Membaca Das Kapital). Buku yang terakhir ditulis bekerja sama dengan orang lain. Dan perlu dikaji lagi bahwa terbitnya kedua buku ini persis ketika strukturalisme pada puncaknya, inilah yang membuktikan keterkaitan antara karya-karyanya dengan kemajuan strukturalis. Sekita itu, pemikirannya dikaitkan dengan strukturalisme. Sebagaimana Lacan membaca dan menginterpretasikan freud, dan juga Althusser malakukan hal yang sama pada Marx.
b. Pemikiran-Pemikiran Louis Althusser
Pemikiran Althusser bertentangan dengan pemikiran tradisional, karena ia menganggap bahwa Marx kelihatan keretakan epistemologis, suatu coupure epistemologique. Keretakan itu berlangsung sekitar tahun 1845-1850. Hal itu menjadi kebiasaan membagikan karya-karya Marx ke dalam dua kelompok, yaitu karya mudanya dan karya pada waktu matangya sehingga menimbulkan definisi Marx Tua dan Marx Muda. Asumsi-asumsi orang menganggap karya mudanya diperdalam dan dikembangkan pada masa matangnya. Dengan kata lain, karya-karya masa mudanya dengan dasar pengolahan teknis (berdasar ilmu ekonomi) dari pandangan manusia pada masa mudanya. Akan tetapi menurut Althusser kontinuitas semacam itu tidak ada. Antara kira-kira tahun 1845-1850.
Ia mengatakan Marx sudah berpaling dari pendapat-pendapat terdahulu. Sampai saat itu Marx melukiskan suatu pandangan humanistik. Dalam konteks itu kerap kali ia menggunakan konsep-konsep seperti: subyek, kodrat manusiawi, makna, aliensi, dan sejarah. Dengan demikian, ia meneruskan pendirian antropologis dari Kant, Hegel, Fiche, dan Feuerbach. Tapi dengan berpaling dari pemikiran humanistik ini Marx menghadapi suatu problematik yang sama sekali baru. Dan bagi Althusser, itulah permulaan filsafat Marx memakai suatu terminology baru. Konsep-konsep yang dipergunakan sekarang adalah konsep yang boleh disebut “ilmiah” obyek, bentuk, struktur dan sebagainya. Dapat dipahami bahwa menurut Althusser buku yang berjudul Das Kapital mulai menjadi sebuah reformasi dalam perkembangan strukturalisme pada tahun 1850 dan memuat ajaran Marx yang sebenarnya.
Kalau sekarang ilmu-ilmu manusia seperti lingustik, psikoanalisa dan antropologi telah memberitahuakan kepada kita bahwa “manusia sudah tergeser dari pusatnya” maka menurut Althusser kita harus membaca Marx juga dalam cahaya itu. Dan hal itu memungkinkan, karena tujuan Marx dalam Das Kapital adalah memperlihatkan bahwa manusia merupakan produk dari struktur-struktur sosio-ekonomis. Syarat-syarat manusia “dari luar”. Manusia tidak merupakan subyek otonom dari ekonominya alat-alat konseptual yang cocok dengan tujuan itu. Juga dalam Das Kapital masih terdapat sisa-sisa dari pandangan humanistis. Justru karena itulah filsafat Marx harus diinterpretasikan kembali. Dan lagi Althusser interpretasi serupa itu baru sekarang menjadi mungkin.
5. Michel Foucault
a. Karya-karya
“Epistemologi” merupakan sebuah istilah yang sudah lazim dipakai di Prancis, refleksi filosofis tentang kodrat dan sejarah ilmu pengetahuan. Michel Foucault juga menjalankan hal ini secara reflektif pada tahun 1926-1984 dalam bukunya Les mots et Les choses. Une arccheologie des sciences humaines (1966). (Lata-kata dan Benda-benda. Sebuah Arkeologi tentan Ilmu-ilmu Manusia). pemikiran Foucault juga sebagai keseluruhan yang akan dibicarakan secara panjang lebar. Ia sendiri dengan tegas mengungkapkan dan tidak mau kalau diklaim aliran strukturalisme. Tetapi juga tidak bisa mengelakkan waktu terbitnya buku dengan judul Kata-kata dan Benda-benda tahun 1966, tepatnya pada masa kejayaan strukturalisme. Buku ini disambut sebagai segala gejala lain dari strukturalisme yang sama. Malah Foucault dianggap sebagai strukturalis yang paling radikal. Dan memang mempunyai alasan maupun tema yang jelas mendekatkan Foucault dengan strukturalisme.
Buku yang ditulis dengan judul Kata-kata dan Benda-benda, dengan memberi perhatian khusus kepada strukturalisme. Inilah yang menjadikan kegemparan dalam berbagai tokoh-tokoh pemikir dalam berbagai kalangan, sehingga menyebabkan asumsi-asumsi yang menganggap banyak terangkan lagi, namun banyak dikatakan tetapi sedikit saja dibuktikan. Buku ini yang membuat ia populer dan sukses besar (sebetulnya sangat mengherankan, melihat derajat kesulitannya) dan dianggap sebagai salah satu karya strukturalistik yang sangat penting. Oleh karena itu juga, ia dianggap sebagai salah satu aliran strukturalis.
b. Pemikiran Foucault
Pemikiran Foucault salah satunya adalah tentang kata episteme sebagaimana yang digunakan oleh bangsa Yunani ini berarti “Pengetahuan”, tetapi Foucault digunakan dalam arti khusus. Menurut dia pula, tiap-tiap zaman mempunyai pengandaian-pengandaian tertentu, prisip-prinsip tertentu, syarat-syarat kemungkinan tertentu, cara-cara pendekatan tertentu. Kata episteme digunakan oleh Foucault untuk menunjukan semua pengandaian itu sendiri. Setiap zaman mempunyai suatu episteme tertentu yang merupakan landasan dan fundamen epistemologis bagi zaman itu. episteme itu juga menentukan cara ilmu pengetahuan akan dijalankan. Episteme yang tidak mareformasikan terhadap Undang-undang dalam sebuah Negara, Foulault berusaha menggalin episteme-episteme yang meneruskan pelantaian S2. Dengan usahanya Foucault menentukan pelbagai zaman. Seluruh usaha inilah yang dimaksudakan dengan kata “arkeologi” yang tampil saling tidak ada yang menolong, karya tersebut dibingungkan yang dalan resisten dalam pencarian ketuhanan.
Pada abad ke 16 ia juga menggunakan Epistem pada pelbagai bidang dengan menelami penyelidikan ilmiah dan memasukkan ke dalam tiga lapangan, diantaranya pekerjaan (analisa uang serta kekayaan) dan bahasa (gramaire generale; filologi; linguistik). Foucault menganggap ilmu pengetahuan hanya merupakan satu gejala saja yang dijumpai dalam suatu periode kultural tertentu. Sekilas juga ia menyinggung juga gejala lain (seni lukis, kesusasteraan yunani, dan filsafat). Ia memilih ketiga lapangan tersebut senagai jalan masuk ked ala episteme atau lapisan dasar yang menetukan periode kultural tertentu.
Foucault memperiodekan masa modern (Renaissance) kedalam tiga periode dan masing-masing perode mempunyai hubungan yang berlain-lainnan antara benda-benda dan kata-kata. Beberapa periode harus kita analisa untuk memahami pemikirannya. Zaman pertama adalah abad 16 (Renaissance), ketika itu benda-benda dan kata-kata terdapat bersama-sama (umpamanya, dunia dianggap bagian sebuhah kitab yang dapat dibaca). Istilah kunci yang diungkapkan dalam menyingkatkan episteme dala zaman itu adalah ressemblance (Inggris: ressemblance) atau “kemiripan”. Zaman kedua meliputi abad ke-17 dan ke-18 (zaman klasik). Ketika itu kata mulai melepaskan diri dari benda-benda. Istilah episteme menyingkatkan pada waktu adalah reoresentation (Inggris: representation) atau “pembayangan”. Pada awal abad ke-19 timbullah sesuatu yang baru. Dalam zaman itu yang meliputi abad ke-19 da n ke-20 (zaman baru) benda-benda mempunyai suatu orde atau tata susunan sendiri yang dikuasai oleh hukum-hukum intern. Sifat khas zaman itu adalah pentingnya “perkembangan”, “evolusi” dan “kontinuitas historis”. “Manusia” juga mempunyai pemikiran tersendiri pada abad ke-19 tersebut, sehingga manusia menjadi pusat pengetahuan; dan segala pengetahuan bersifat antropologis dan humanistik. Pendirian Faucault yang maskyhur adalah “Kematisan Manusia” (lamort de L’homme). Setelah “Kematian Allah” diproklamasikan, maka Foucault meramalkan “Kematian Manusia”.
Foucault menganggap ilmu pengetahuan tidak seperti halnya para pemikir-pemikir lainnya. Nagi Foucault, biologi, ekonomi, dan linguistik tidak terhitung ilmu pengetahuan manusia itu, karena obyeknya bukanlah “manusia”ilmi biologi mempelajari kehidupan pada umumnya. Sedangkan ekonomi dan linguistik menyelidiki hukum-hukum alam. Setelah itu, muncullah ilmu baru yaitu psikonalisa dan antropologi budaya. Tetapi juga dua ilmu itu tidak mengambil “manusia” sendiri sebagai obyek kajiannya. Psikonalisa membicarakan ketidaksadaran, bukan untuk menghilangkan ketidaksadaran itu, melainkan untuk mengakui ketidaksadaran sebagai suatu sistem yang tetap menguasai manusia. Antropologi budaya, disini dimaksudakan adalah Levi-Strauss sebagai tokohnya. Membahas kebudayaan-kebudayaan yang tidak diketahui sejarahnya dan memperlihatkan struktur-struktur tetap yang menentukan kebudayaan-kebudayaan itu. Akibatnya psikoanalisa dan antropologi tidak menguraikan “manusia”, melainkan justru meleburkan mengenai “manusia”.
Jadi, yang dimaksudkan ilmu pengetahuan manusia menurut Foucault adalah psikologi, sosiologi, dan studi mengenai kesusasteraan serta mitologi. Ia menerangkan juga bahwa mereka makin cenderung mencari modelnya pada biologi, ekonomi dan linguistik. Dengan maksud lain, manusia adalah sebagai sumber otonom dari tingkah lakunya sudah hilang. Manusia ssudah tidak lagi sebagai titik pusat dan pada manusia terdapat suatu pemikiran dari luar.
Penutup
Dalam analisa disini perlu catatan-catatan penting yang harus diunderlaine, dari berbagai tokoh. Pada awalnya, seperti yang telah diulas dalam pendahuluan, bahwa struturalisme di latar belakangi oleh aliran linguistik yang dimotori oleh filsuf F. Desaussure, sehingganya dari bebrbagai kalangan tokoh menjadikan prinsip-prinsi Sauusure sebagai dasar berfikir mereka. Cuman yang lebih penting dari berbagai pemikiran tokoh, tokoh disana bertujuan mewujudkan sebuah paradigma baru yang intinya hanya satu yaitu untuk membangun sebuah Negara adi daya (polis) yang dikenal pada masyarakat Yunani dulu.
Salah satu tokoh dalam strukturalisme seperti Levi-Straus (antropologi budaya), menjadi bapak strukturalisme Prancis karena ia sangat luas dalam pengkajian-pengkajian dalam alian ini. Jadi yang di pentingkan dalam strukturalisme menurut prespektif filsuf ini adalah adanya interaksi yang sistematis, sehingganya menciptakan ralasi-relasi dan oposisi-oposisi serta menjadi sistem yang disepakati oleh suatu komonitas. Karena menurut ia tanpa adanya hal itu, apa yang menjadi cita-cita ataupun perwujudan sebuah Negara tidak akan dapat direalisasikan sebagaimana harapan kita bersama.
Kembali kepada sejarah filsuf bahwa ia (Levi-Strauss) sangat dipengaruhi oleh Marcel Mauss, seorang ahli ilmu sosial, makanya sudah jelas sedikit banyak ia juga akan lebih mementingkan dalam kehidupan manusia adanya sebuah relasi dan sistem yang mengatur kehidupan mereka, naik secara individual maupun secara komunitas. Banyak sekali Negara yang selalu menyimpang dari landasan dan ideologi bangsanya, sehingga untuk mewujudkan cita-cita bangsa sangat sulit. Itu semua karena tidak adanya sebuah sistem yang mengatur dalam setiap organ. Logikanya adalah sebuah Negara yang sudak teetata rapi mulai dari sistem maupun hukum-hukum belum tentu dapat menjalankan secara stabil, ada saja yang selalu menjadi penghambat kemajuan Negara apalagi yang tidak ada sistem mapun huku-hukumnya sama sekali. Dari itu semua, akan di dapat hal-hal yang tidak di inginkan dalam Negara.
Lacan juga menggap bahasa adalah sebuah sistem yang selalu mendorong manusia melakukan apapun, karena ia menganggap bahwa dalam diri manusia ada oranga lain yang mengendalikannya, maka ia juga beranggapan ketidaksadaran itu hal yang dominan dalam diri manusia. Maka dari itu, ia meyakini tidak adanya suyek dalam diri manusia, sehingga logoslah yang mendahului dari segalanya. Sedangkan yang membentuk sebuah realitas itu merupakan penampakan dari ide, seperti halnya yang terjadi pada zaman Yunani ide sangatlah di dewa-dewakan oleh semua polis pada saat itu.
Anggapan-anggapan yang telah dilontarkan oleh Lacan menunjukkan, bahwa ia sangat tidak percaya dengan adanya peran subyek sebagai satu-satunya yang mampu untuk mereformasi kehidupan. Karena dalam strukturalisme yang dipandang oleh Lacan adalah komunikasi inten dan cotinoue, maka akan mampu untuk menyatilkan perubahan-perubahan dalam sebuah Negara maupun komunitas.
Kemudian seperti filsuf selanjutnya lebih memetingkan bagaimana yang mengatur dan mensentralkan kehidupan manusia terhadap interaksi dan hubungan yang dilandaskan kepada sistem utama dalam sturktur itu sendiri. Karena kalau sebuah struktur sudah terorganisir oleh sistem-sistem, maka otomatis manusianya akan lebih berjalan dengan harapan strukturnya. Oleh karena itu, struktur sangat dibutuhkan dalam organ-organ apapun demi menjaga keeksisan dan komitmen bersama.
Sistem dalam sebuah struktur menjadi keharusan, karena ada sedikit perbedaan antara sistem yang duhulu dengan sekarang, sebagaimana yang dijelaskan oleh Barthes, bahwasanya pemikiran tradisional dengan sekarang berbeda malah jauh berbeda. Karena sekarang dilator belakangi oleh revolusi industri, kemajuan teknologi beserta pengaruh-pengaruh lain dengan datangnya modernisasi ilmu pengetahuan. Dengan begitu pemikiran sekarang lebih cenderung kepada hal-hal yang riel atau konkret, daripada hal yang abstrak (tidak pasti). Keabstrakan itulah yang membuat manusia tidak percaya dengan pemikiran-pemikiran tradisional.
Foucault juga beranggapan tentang strukturalisme, ia menganggap bahwa tiap-tiap zaman atau peiode mempunyai ketentuan-ketentuan, syarat-syarat maupun cara sendiri dalam mengatur sebuah komunitasnya. Adanya sistem yang terdapat di daerah-daerah dan berbeda-beda, juga menjamin pada kemajuan negaranya. Karena hal yang paling fundamental dalam Negara (Polis) adalah bagaimana ia mengolah dan mempunyai prinsip-prinsip sendiri untuk diarahkan kemana negaranya. Ia menekankan, bahwasanya tiap orang tidak boleh hanya ikut-ikutan dengan pendirian atau prinsip orang lain. Seperti Negara yang hanya meniru Negara lain untuk mewujudkan reformasi demi kesejahteraan Rakyatnya, maka kesejahteraan tersebut tidak akan utuh, karena tidak mempunyai dasar-dasar dalam membangun negaranya sendiri.
Kita akan mengerti bagaimana strukturalisme yang sesungguhnya, bahwa dalam realitas sosial terikat dengan relasi-relasi dan oposisi yang membentuk sistem, sehingga sistem tersebut diterapkan dan menjadi hukum bersama yang telah disepakati. Sistem dengan Negara merupakan mata rantai yang tidak dapat dipisahkan, Negara tanpa adanya sistem maka akan amburadul. Dan juga tidak mungkin ada sistem kalau tidak ada Negara yang akan diatur. Sehingga strukturalisme menjadi penggerak serta pengatur semuanya dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

 J.M. Militer (ed), french Structuralism. A Multidisciplinary Bibliography, New York, Garland Publishing, 1981.
 D. Robey (ed), Structuralism. An Introduction, London/New York, Oxford University Press 1973.
 J. Ehrmann (ed), Structuralism, New York, Doubleday, Anchor Books, 1970.
 J. Piaget, Stukturalism, New York, Basic Bokks, 1970 (Terjemahan dari bahasa Prancis).
 E. Kurzwell, The Age of Strukturalism, Irvington, New York, Columbia University Press, 1980.
 J. Strrock (ed), Strukturalism and Since, Oxford, Oxford University Press, 1979.
 E. Leach, Levi-Strauss, London, Fontana/Collins, 1970.
 Th. Salvey, Claude Levi-Strauss. Social Psychology and the Collective Unconscius, Hassocks, Sussex, Harvester, 1979.
 A. Lemaire, Jacques Lacan, London, Routledge and Kegan Paul, 1977.
 M. Bowie, Lacan, Cambridge (Mass), University of Massachusett Press, 1991.
 A. Lavers, Roland Barthes, Structuralism and After, Cambridge (Mass), Harvard University Press, 1982.
 J.D. Culler, Barthes, London, Harper-Collins, 1990.
 Ahimsa-Putra, Heddy Sri; (2001); Strukturalisme Levi-Strauss ? Mitos dan karya sastra; Yogyakarta : Galang Press
 Cobley, Paul dan Janz, Litza; (2002); Mengenal Semiotika ? For Beginners; saduran Ciptadi Sukono; Bandung : Mizan
 Gordon, W. Terrence; (2002); Saussure untuk pemula; saduran Mei Setiyanta dan Hendrikus Panggalo ; Yogyakarta : Kanisius
 Hoed, Benny H.; (2003); Strukturalisme De Saussure di Prancis dan Perkembangannya; dalam Perancis dan Kita ? Strukturalisme, Sejarah, Politik, Film, dan Bahasa; Jakarta : WWS
 Lemaire, Anika; (1970); Jacques Lacan; disadur oleh David Macey; London: Routledge & Kegan Paul
 Sobur, Alex; (2001); Analisis Teks Media ? Suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotik, analisis framing; Bandung : PT Remaja Rosdakarya
 __________; (2003) Semiotika Komunikasi; Bandung : Penerbit Rosda
 Sunardi, ST; (2002); Semiotika Negativa; Yogyakarta : Kanal
 Widjojo, Muridan S.; (2003); Strukturalisme Konstruktivis-Pierre Bourdieu dan Kajian Sosial Budaya; dalam Perancis dan Kita ? Strukturalisme, Sejarah, Politik, Film, dan Bahasa; Jakarta : WWS

ANALISIS PERBANDINGAN ONTOLOGI SAINS DAN ONTOLOGI FILSAFAT

Ontologi Sains
1. Hakikat Pengetahuan Sains
Pengetahuan sains yang dimaksud adalah pengetahuan yang bersifat rasional – empiris. Masalah rasional dan empiris inilah yang akan dibahas.
Pertama, masalah rasional. Dalam sains, pernyataan atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”. Hal ini berdasarkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak mengandung nilai gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur ayam akan semakin sehat.
Hipotesis ini belum diuji kebenarannya. Kebenarannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi kerasionalannya. Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Kedua, masalah empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen. Misalnya pada contoh hipotesis di atas, pengujiannya adalah dengan cara mengambil satu kelompok sebagai sampel, yang diberi makan telur ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen. Demikian juga, mengambil satu kelompok yang lain, yang tidak boleh makan telur ayam selama enam bulan, sebagai kelompok kontrol. Setelah enam bulan, kesehatan kedua kelompok diamati. Hasilnya, kelompok yang teratur makan telur ayam rata-rata lebih sehat.
Setelah terbukti (sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-kali), maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori. Teori ”makan telur ayam berpengaruh terhadap kesehatan” adalah teori yang rasional – empiris. Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific theory).
Cara kerja dalam memperoleh teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah : logico – hypotheticom – verificatif (buktikan bahwa itu logis – tarik hipotesis – ajukan bukti empiris).
Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab akibat, atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional.
Ilmu atau sains berisi teori. Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat. Sains tidak memberikan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah; sains hanya memberikan nilai benar atau salah.
2. Struktur Sains
Ahmad Tafsir, membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial. Dalam makalah ini, hanya ditulis beberapa ilmu.
1.Sains Kealaman
•Astronomi
•Fisika : mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
•Kimia : kimia organik, kimia an organik, kimia teknik
•Ilmu Bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
•Ilmu Hayat : biofisika, botani, zoologi
2.Sains Sosial
•Sosiologi : sosiologi pendidikan, sosiologi komunikasi
•Antropologi : antropologi budaya, antropologi politik, antropologi ekonomi
•Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
•Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan
•Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional

B. Ontologi Filsafat
1. Hakikat Pengetahuan Filsafat
Poedjawijatna mendefinisikan filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan akal pikiran belaka, sedangkan Bakry mengatakan bahwa filsafat adalah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Kedua definisi di atas menjelaskan satu hal yang penting bahwa filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari berfikir, dan hasilnya berupa pemikiran (yang logis tetapi tidak empiris).
2.Struktur Filsafat
Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu : ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi mencakup banyak sekali filsafat, mungkin semua filsafat masuk di sini, misalnya : logika, metafisika, kosmologi, teologi, antropologi, etika, estetika, filsafat pendidikan, filsafat hukum, dan lain-lain. Epistemologi hanya mencakup satu bidang saja yang disebut Epistemologi, yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu. Sedangkan aksiologi hanya mencakup satu cabang saja, yaitu Aksiologi, yang membicarakan guna pengetahuan filsafat. Ini pun berlaku bagi semua cabang filsafat. Inilah kerangka struktur filsafat.
C. Analisis Perbandingan Ontologi Sains dan Ontologi Filsafat
Dari penjelasan tentang ontologi sains dan filsafat di atas, kita dapat membandingkan dan membedakan antara sains dan filsafat, yaitu :
1.Sains merupakan ilmu yang bersifat rasional – empiris yakni teori yang dibuat sesuai logika dan kenyataan, sedangkan filsafat adalah ilmu yang hanya logis tapi tidak empiris, karena hanya berdasar pada pemikiran semata.
2.Karena sains adalah ilmu yang rasional empiris, maka struktur sains dibagi berdasarkan obyeknya, menjadi sains kealaman dan sains sosial. Sedangkan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu secara mendalam hanya dengan menggunakan fikiran. Struktur filsafat dibagi menjadi : ontologi (membicarakan hakikat), epistemologi (cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologi (membicarakan guna pengetahuan itu).

PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.Pengetahuan sains adalah pengetahuan yang bersifat rasional empiris.
2.Struktur sains dibagi menjadi sains kealaman dan sains sosial
3.filsafat adalah pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu sedalam-dalamnya sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
4.Filsafat terdiri atas tiga cabang besar, yaitu : ontologi, epistemologi dan aksiologi.
5.Sains merupakan ilmu yang bersifat rasional empiris yakni sesuai logika dan teori sesuai dengan kenyataan, sedangkan filsafat adalah ilmu yang hanya logis tapi tidak empiris.

Utang Piutang dalam Hukum Islam

A. Pengertian Utang Piutang dan Dalil-dalil
Dalam masyarakat Indonesia, selain dikenal istilah utang piutang juga dikenal istilah kredit. Utang piutang biasanya digunakan oleh masyarakat dalam kontek pemberian pinjaman pada pihak lain. Seseorang yang meminjamkan hartanya pada orang lain maka ia dapat disebut telah memberikan utang padanya. Sedangkan istilah kredit lebih banyak digunakan oleh masyarakat pada transaksi perbankan dan pembelian yang tidak dibayar secara tunai. Secara esensial, antara utang dan kredit tidak jauh beda dalam pemaknaannya di masyarakat.
Selain itu, utang piutang sangat terkait dengan pemberian pinjaman dari pihak lain sebagai metoda transaksi ekonomi di masyarakat. Sedangkan kredit secara umum lebih mengarah pada pemberian pinjaman dengan penambahan nilai dalam pengembalian. Hal ini dikarenakan istilah kredit lebih banyak digunakan dalam dunia perbankan.
Sedangkan dalam terminologi fiqh mu’amalah, utang piutang disebut dengan “dain” (دين). Istilah “dain” (دين) ini juga sangat terkait dengan istilah “qard” (قرض) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan pinjaman. Dari sini nampak bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara “dain” (دين) dan “qard” (قرض) dalam bahasa fiqh mu’amalah dengan istilah utang piutang dan pinjaman dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan pemikiran di atas, maka dalam mengkaji masalah utang piutang, kredit, pinjaman, pembiayaan ataupun qard harus dijelaskan satu persatu agar jelas perbedaan dan persamaannya.
Pertama, dalam terminologi fiqh mu’amalah, pinjaman yang mengakibatkan adanya utang disebut dengan “qard” (قرض). Qard (قرض) dalam pengertian fiqh diartikan sebagai perbuatan memberikan hak milik untuk sementara waktu oleh seseorang pada pihak lain dan pihak yang menerima pemilikan itu diperbolehkan memanfaatkan serta mengambil manfaat dari harta yang diberikan tanpa mengambil imbalan, dan pada waktu tertentu penerima harta itu wajib mengembalikan harta yang diterimanya kepada pihak pemberi pinjaman (Jamali, 1992: 162).
Kedua, dalam bahasa perbankan pemberian utang atau pembiayaan disebut dengan “kredit”. Kata “kredit” secara kebahasaan berasal dari kata credo yang dalam pengertian keagamaan berarti kepercayaan. Adapun pengertian kata credo yang terkait dengan masalah financial adalah memberikan pinjaman uang atas dasar kepercayaan (Karim, 2001: 109).
Utang dalam pengertian masyarakat berarti menerima pinjaman dari pihak lain yang harus dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang dilakukan ketika transaksi. Secara umum, ketiga istilah di atas tidak mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Adanya perbedaan istilah antara utang, kerdit, dan dain hanya perbedaan bahasa saja yang dalam pengertian umum masyarakat tidak berbeda. Sedangkan perbedaan antara pinjaman, pembiayaan, dan qard (قرض) juga demikian.
Adanya perbedaan pengertian yang disampaikan oleh para pakar hukum, baik pakar hukum Islam, maupun para pakar perbankan di dunia dan Indonesia tidak menunjukkan adanya perbedaan pemaknaan. Perbedaan yang terjadi biasanya hanya dalam redaksional pemberian definisi saja. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pengertian qard yang disampaikan beberapa pakar hukum Islam (fuqaha’) sebagai berikut;
1. Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah memberikan definisi qard sebagai harta yang diberikan oleh pemberi pinjaman kepada penerima dengan syarat penerima pinjaman harus mengembalikan besarnya nilai pinjaman pada saat mampu mengembalikannya (Sabiq, 1987: 144).
2. Abdullah Abdul Husain at-Tariqi memberikan pengertian qard sebagai pembayaran harta pada orang yang memanfaatkan kemudian ada ganti rugi yang dikembalikan dengan syarat harus sesuai dengan harta yang dibayarkan pertama kali kepada yang menerimanya (Tariqi, 2004: 268).
3. Berbeda dengan pengertian-pengertian di atas, Hasbi ash-Shiddieqy mengartikan utang piutang dengan akad yang dilakukan oleh dua orang di mana salah satu dari dua orang tersebut mengambil kepemilikan harta dari lainnya dan ia menghabiskan harta tersebut untuk kepentingannya, kemudian ia harus mengembalikan barang tersebut senilai dengan apa yang diambilnya dahulu. Berdasarkan pengertian ini maka “qard” (قرض) memiliki dua pengertian yaitu; “i’arah” (اعارة) yang mengandung arti tabarru’ (تبرع) atau memberikan harta kepada orang dasar akan dikembalikan, dan pengertian mu’awadlah, (معاوضة) karena harga yang diambil bukan sekedar dipakai kemudian dikembalikan, tetapi dihabiskan dan dibayar gantinya (Shiddieqy, 1997: 103).
Firman Allah:
وأقيمواالصلوات واتواالزكاة واقرضواالله قرضاحسنا....
Artinya: Dan laksanakanlah shalat dan tunaikan zakat, serta pinjamilah Allah dengan pinjaman yang baik. (QS Al-Muzammil 20: 73)
Dalam ayat yang lain, dengan istilah dain mengingatkan:


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman jika kalian melakukan utang-piutang, maka catatlah (QS Al-Baqarah 2: 282)
Sabda Nabi SAW mengingatkan:


Artinya: sesungguhnya Allah bersama dengan orang yang beruntung hingga ia melunasi utangnya (HR Ibnu Majah dan Hakim)

Utang harus dibayar dengan jumlah dan nilai yang sama dengan yang diterima dari pemiliknya, tidak boleh berlebihan karena berlebihan pembayaran itu menjadikan transaksi ini menjadi riba yang diharamkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:


Artinya: setiap pinjaman yang pembayarannya harus diberi kelebihan adalah riba. (HR Harits bin Usamah)

Jika yang beruntung tidak mampu membayar pada waktunya, orang yang mengutangi tadi dianjurkan untuk menangguhkan hingga yang berutang punya kemampuan untuk membayar.
Firman Allah :




Artinya: dan jika (orang yang beruntung) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah 2:280)

a. Khiyar dan Penangguhan
Terhadap orang yang sengaja menangguh-nangguhkan utangnya, dinyatakan dzalim dan dapat dituntut dan disiksa. Ulama’ syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa dalam qarad tidak ada khiyar maksud dari khiyar adalah membatalkan akad, sedangkan dalam qarad, masing-masing berehak boleh membatalkan akad kapan saja dia mau. )
Jumhur ulama’ melarang penangguhan pembayaran qarad sampai waktu tertentu sebab dikhawatirkan akan menjadi riba nasyi’ah. Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan bahwa qarad adalah derma, muqrid berhak nenggantinya waktu itu. Selain itu, qarad pun termasuk akad yang wajib diganti dengan harta mistil, sehinga wajib membayarnya pada waktu itu,seperti harta yang rusak.
Namun demikian, Ulama Hanafiyah menetakan keharusan untuk menagguhkan qarad pada empat keadaan:
a. Wasiat, seperti mewasiatkan untuk penagguhan sejumlah harta dan ditangguhkan pembayaran selama setahun, maka ahli waris tidak boleh menganbil penggantinya dari muqtarid sebelum habis waktu setahun
b. Diasingkan,qarad diasingkan kemudian pemiliknya menangguh kannya sebab penagguhan pada waktu itu diharuskan.
c. Berdasarkan keputusna hakim
d. Hiwalah, pemindahan utang
Imam Malik berpendapat bahwa qarad ditangguhkan dengan adanya pengguhan sabda Nabi SAW. Bersabda



Artinya:
“orang-orang islam didasarkan pada (persaratan yang mereka buat”
(HR.Abu dawud, ahmad, tirmidzi, daruqtuni)
b. Rukun Utang-piutang
a. Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
b. Ada yang memberi hutang / kreditor
c. Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
d. Ada barang atau uang yang akan dihutangkan

c. Barang yang Sah Dijadikan Qarad
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa qarad dipandang sah pada harta mitsil, yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai. Diantara yang dibolehkan adalah benda-benda yang ditimbang, ditakaatau di hitung. qarad selain perkara diatas dipandang tidak sah, seperti hewan, benda-benda yang menetap di tanah, dan lain-lain26)
Ulama Malikiyah, safi’iyah, dan hanabilah membolehkan qarad pada setiap benda yang tidak dapat diserahkan, baik yang ditakar maupun yang ditimbang, seperti mas dan perak atau yang bersifat nilai, seperti barang dagangan, hewan, atau benda yang dihitung. Halitu didasarkan pada hadis dari abu raf’i bahwa Nabi SAW. Menukarkan (qarad ) anak unta. Dimaklumi bahwa anak bukan benda yang biasa ditakar, atau ditimbang.
Jumhur Ulama membolehkan, qarad pada setiap benda yang dapat di perjual belikan, kecuali manusai. Mereka juga melarang qarad manfaat, seperti seseorang pada hari ini memdiami rumah temannya dan besoknya teman tersebut mendiami rumahnya, tetapi lbn taimiyah membolehkannya.

d. Hukum ( ketetapan ) Qarad
Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, qarad menjadi tetap setelah pemegang atau penyerahan. Dengan demikian, jika seseorang menukarkan ( iqtaradha ) satu kilogram gandum misalnya, ia harus menjaga gandum tersebut dan harus memberikan benda sejenis ( gandum ) kepada muqrid jika meminta zatnya. jika muqrid tidak memintanya muqtarid tetap menjaga benda sejenisnya, walaupun qarad( barang yang ditukarkan ) masih ada. Akan tetapi, menurut Abu yusuf, muqtarid tidak memiliki qarad selama qarad masih ada.27)
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa ketetapan qarad, sebagai mana terjadi pada akad-akad lainnya, adalahg dengan adanya akad walaupun belum ada penyerahan dan pemegangan. Muqtarid dibolehkan mengembangkan barang sejenis dengan qarad, jika qarad muqkrid memintak zatnya, baik yang serupa maupun asli. Akan tetapi, jika qarad telah berubah, muqtarid wajib memberikan benda-benda sejenis
Pedapat Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah senada dengan pendapat Abu Hanafiyah bahwa ketetapa qarad dilakukan setelah penyeraahan atau pemegangan. Muqtarid harus menyerahkan benda sejenis (mistil) jika jika ada pertukaran pada harta qimil (bernilai)didasarkan pada gambarannya.
Ulama Hanabilah berpendapat bahwa pengembalian qarad pada harta yang ditakar atau ditimbang harus dengan benda sejenisnya. Adapun benda-benda lainnya, yang tidak dihitung dan di takar, di kalangan mereka ada dua pendapat, pertama sebagai mana pendapat jumhur ulama, yaitu membayar nilainya pada hari akad qarad, kedua, mengembalikan benda sejenis yang mendekati qarad pada sifatnya.
Secara umum hukum utang-piutang (qarad tau disebut juga dain) mempunyai beberapa hukum, bisa saja sunah bahkan bisa diharmkan. Hukum ini akan menjadi subah apabila muqtarid memberikannya pada orang yang sangat membutuhkan serta dipergunakan untuk kebaikan. Walaupun muqrid sangat membutuhkan uang, akan tetapi digunakan untuk berjudi, mabuk-mabukan, buat tempat pelacuran maka hal tersebut akan menjadikan haram.

e. Tempat Membayar Qarad
Ulama fiqih sepakat bahwa qarad harus dibayar di tempat terjadinya akad secara sempurna. Namun demikian, boleh membayarnya di tempat lain apabila tidak ada ada keharusan untuk membawanya atau memindahkannya, juga tidak halangan dijalan. Sebaliknya, jika terdapat halangan apabila membayar di tempat lain, muqrid tidak perlu menyerahkannya.


f. Manfaat Qarad
Menurut pendapat yang paling unggul dari ulama hanafi’yah,setiap qarad pada benda yang mendatangkan manfaat diharamkan, jika memakai syarat.Akan tetapi, dibolehkan jika tidak disyaratkan kemanfaatkan atau tidak diketahui adanya manfaat pada qarad.
Ulama Makkiyah berpendapat bahwa muqrid tidak boleh memanfaatkan harta muqtarid, Seperti naik kendaran atau makan di rumah muktarid ,jika dimaksudkan untuk membayar utang mukridn ,bukan sebagai penghormatan.begitu pula di larang memberikan hadiah kepada mukrid, jika dimaksudkan untuk mencicil utang .
Ulama Syafiiyah dan hanabilah melarag hutang piutang terhadap sesuatu yang mendatangkan kemamfaatan, seperti memberikan hutang piutang agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak sebab hutang piutang di maksudkan sebagai akat kasih sayang , kemamfaatan, atau mandekatkan hubungan kekeluargaan,selain itu rasulullah saw pun melarangnya
Namun demikian, jika tidak di syaratkan atau tidak di maksudkan untuk mengambil yang lebih baik, hutang piutang di perbolehkan. Tidak dimakruhkan bagi mukrid untuk mengambilnya, sebab rasulullah saw perna memberikan anak unta yang lebih baik kepada seorang laki-laki dari pada unta yang diambil beliau saw.selain itu jabir bin Abdullah berkata:

Artiya:Aku memiliki hak kepada rasululah saw.kemudian beliau membayarnya dan menamba untukku. (HR.Bukhori dan Muslim).
Pendapat ulama fiqih tentang hutang piutang dapat di simpulkan bahwa di bolehkan dengan dua syarat
a. tidak menjurumuskan kepada suatu mamfaat
b. tidak bercampur dengan akad lain, seperti jual beli.

Selain itu, kedua belah pihak yang melakukan akad dapat menetapkan atau membatalkan transaksi


Sabda Nabi SAW Sebagai Berikut:


Artinya: Orang kaya yang menagguh-nagguhkan utangnya adalah dzalim. (HR Bukhari)
Sabda Nabi yang lain:


Artinya: Orang yang punya harta tapi menangguh-nangguhkan utangnya halal dihukum dan disiksa. (HR Abu Daud dan Nasai)

B. Dasar Hukum Utang Piutang
Utang piutang secara hukum dapat didasarkan pada adanya perintah dan anjuran agama supaya manusia hidup dengan saling tolong menolong serta saling bantu membantu dalam lapangan kebajikan. Surat al-Ma’idah ayat 2 Allah berfirman;
و تعاونوا على البر و التقوى و لا تعاونوا على الإثم و العدوان و اتقوا الله إن الله شديد العقاب
Bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan dalam melaksanakan takwa, dan jangan kamu bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, Allah sangat keras hukumannya (Dahlan, 2000: 187).
Dalam transaksi utang piutang terdapat nilai luhur dan cita-cita sosial yang sangat tinggi yaitu tolong menolong dalam kebaikan. Dengan demikian, pada dasarnya pemberian utang atau pinjaman pada seseorang harus didasari niat yang tulus sebagai usaha untuk menolong sesama dalam kebaikan. Ayat ini berarti juga bahwa pemberian utang atau pinjaman pada seseorang harus didasarkan pada pengambilan manfaat dari sesuatu pekerjaan yang dianjurkan oleh agama atau jika tidak tidak ada larangan dalam melakukannya.
Selanjutnya, dalam transaksi utang piutang Allah memberikan rambu-rambu agar berjalan sesuai prinsip syari’ah yaitu menghindari penipuan dan perbuatan yang dilarang Allah lainnya. Pengaturan tersebut yaitu anjuran agar setiap transaksi utang piutang dilakukan secara tertulis. Ketentuan ini terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut;
يأيها الذين ءامنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه و ليكتب بينكم كاتب بالعدل و لا يأب كاتب أن يكتب كما علمه الله فليكتب
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertransaksi atas dasar utang dalam waktu yang telah ditentukan, tulislah. Hendaklah seorang penulis diantaramu menulis dengan benar, dan janganlah dia enggan menulisnya sebagaimana yang telah diajarkan Allah. (Dahlan, 2000: 84).
Karena pemberian utang pada sesama merupakan perbuatan kebajikan, maka seseorang yang memberi pinjaman, menurut pakar hukum Islam, tidak dibolehkan mengambil keuntungan (profit). Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, keuntungan apa yang diperoleh pemberi utang atau pemberi pinjaman? Tentang hal ini Allah menjawab dalam surat al-Hadid ayat 11 sebagai berikut;
من ذا الذي يقرض الله قرضا حسنا فيضعف له و له أجر كريم
Barang siapa yang meminjami Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipat gandakan baginya dan di sisi-Nya pahala berlimpah dan lebih mulia. (Dahlan, 2000: 975).
Selain dasar hukum yang bersumber dari al-Qur’an sebagaimana di atas, pemberian utang atau pinjaman juga didasari Hadiŝ Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai berikut;
ما من مسلم يقرض مسلما قرضا مرتين إلا كان كصدقتها مرة
Barang siapa yang memberikan pinjaman pada seorang muslim dua kali maka tidak lain pahalanya kecuali seperti pemberian shadaqah satu kali.
Dalam sabda Rasulullah yang lain, Ibnu Majah juga meriwayatkan sebagai berikut;
رأيت ليلة أسرى بى على باب الجنة مكتوبا الصدقة بعشر أمثالها و القرض بثمانية عشر فقلت يا جبريل ما بال القرض أفضل من الصدقة, قال لأن السائل يسأل و عنده و المستقرض لا يستقرض إلا من حاجة
Saya melihat pada waktu di-isra’-kan, pada pintu surga tertulis “Pahala shadaqah sepuluh kali lipat dan pahala pemberian utang delapan belas kali lipat” lalu saya bertanya pada Jibril “Wahai Jibril, mengapa pahala pemberian utang lebih besar?” Ia menjawab “Karena peminta-minta sesuatu meminta dari orang yang punya, sedangkan seseorang yang meminjam tidak akan meminjam kecuali ia dalam keadaan sangat membutuhkan”.
Di sisi lain, Allah memberikan aturan yang tegas dalam utang piutang yang merupakan bagian dari transaksi ekonomi (mu’amalah maliyah). Ketegasan aturan transaksi ekonomi tersebut tercermin dalam firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 sebagai berikut;
يأيها الذين ءامنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة أن تراض منكم و لا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta yang beredar diantaramu secara bathil, kecuali terjadi transaksi suka sama suka. Jangan pula kamu saling membunuh. Allah sangat saya kepadamu semuanya. (Dahlan, 2000: 146).
Salah satu transaksi yang termasuk baţil adalah pengambilan riba. Riba berdasarkan penjelasan para mufassir, baik dalam bentuk definisi maupun gambaran praktis di masa Jahiliyyah, menurut Qardhawi (2001: 76-78), maka riba yang maksud dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Riba itu terjadi karena transaksi pinjam meminjam atau hutang piutang
2. Ada tambahan dari pokok pinjaman ketika pelunasan
3. Tambahan dimaksud, dimaksudkan terlebih dahulu
4. Tambahan itu diperhitungkan sesuai dengan limit waktu peminjaman.
Dalam perspektif ekonomi, (Razi, 1938: 87-88) mengemukakan ulasan yang cukup baik dalam mengungkap sebab dilarangnya riba. Sebab-sebab tersebut antara lain:
1. Riba memungkinkan seseorang memaksakan pemilikan harta dari orang lain tanpa ada imbalan. Boleh saja orang berdalih bahwa keuntungan akan diperoleh seandainya harta yang dipinjamkan pada orang lain itu dijadikan modal dagang. Tetapi keuntungan yang akan diperoleh pihak peminjam itu sifatnya belum pasti. Sebaliknya, pemungutan “tambahan” oleh pemberi pinjaman itu adalah hal yang pasti, tanpa resiko.
2. Riba menghalangi pemodal ikut berusaha mencari rezeki karena ia dengan mudah membiayai hidupnya dengan bunga, hal ini akan mengakibatkan distorsi dalam masyarakat.
3. Bila diperbolehkan, maka masyarakat dengan maksud memenuhi kebutuhannya, tidak segan meminjam uang walaupun sangat tinggi bunganya. Hal ini akan mengelmiinir sifat tolong menolong, saling menghormati dan perasaan berhutang budi.
4. Dengan riba, pemilik modal akan semakin kaya, sementara pihak peminjam akan semakin miskin. Jadi riba bisa menjadi media bagi orang kaya untuk menindas orang miskin.
5. Larangan riba sudah ditetapkan oleh nas, dimana tidak harus seluruh rahasia tuntutannya diketahui oleh manusia. Keharamannya itu pasti, kendati orang tidak mengetahui persis segi pelarangannya.
C. Prinsip-prinsip Dasar Utang Piutang
1. Prinsip Al-‘Adalah (Justice)
Perintah-perintah untuk menegakkan keadilan dalam al-Qur’an disampaikan dalam berbagai konteks. Selain perkataan “ ’adl”, al-Qur’an juga menggunakan kata “qisth” dan “wasth”. Semua kata-kata tersebut menurut Nurkholis Majid bertemu dalam ide umum yang berarti “sikap tengah yang berkeseimbangan dan jujur” .
Kata al-‘adl dan al-qisth bisa ditemukan pada Qs. al-An’âm(6): 152, al-Mâidah (5): 8 dan al-Hujurât (49): 9. Di samping itu, juga digunakan kata al-mîzân. Kata ini dalam al-Qur’an dapat dijumpai dalam surat as-Syura (42): 17 dan al-Hadîd (57): 25. Secara tematik, kemestian berlaku adil kepada sesama istri dinyatakan dalam Qs al-Nisâ’ (4):128. Keadilan sesama muslim dinyatakan dalam Qs al-Hujurât (49): 9. Keadilan pada diri sendiri sebagai orang muslim dijelaskan dalam Qs al-An’âm (6): 52. Ayat yang paling tegas tentang masalah keadilan terhadap si miskin dan kaya adalah Qs. al-Nisâ’ ayat 135. Ayat-ayat yang menunjukkan keseimbangan dan keadilan dalam perintah Allah atas hamba-hamba-Nya banyak sekali dalam al-Qur’an. Perintah seperti itu antara lain perintah haji bagi yang mempunyai kekuasaan untuk menunaikannya, perintah menunaikan zakat bagi yang telah memenuhi kadar maksimal kekayaannnya atau nisâb, dsb. Untuk telaah lebih lanjut dapat dibaca ayat-ayat berikut ini: al-Baqarah (2): 48, 123, 282, al-Nisâ’ (4): 58, al-Mâidah (5): 95, 106, al-An’âm (6): 70, 115, al-Nahl (16): 76, 90, dan al-Thalâq (65): 2.
Sedangkan pengertian pokok tentang keadilan menurut Murthadla al-Muthahhari ada 4, yaitu:
a. Perimbangan atau keadaan seimbang (mauzûn), tindak pincang. Jika misalnya suatu masyarakat ingin mampu bertahan dan mantap, maka ia harus berada dalam keseimbangan (muta’âdil), dalam arti bahwa bagian-bagiannya harus berada dalam ukuran dan hubungan satu dengan lainnya secara tepat. Ini berarti bahwa keadilan tidak mesti menuntut persamaan. Suatu bagian dalam hubungannya dengan bagian lain dan dengan keseluruhan kesatuan menjadi efektif tidak karena ia memiliki ukuran dan bentuk hubungan yang sama, melainkan karena memiliki ukuran dan bentuk hubungan yang “pas” dan sesuai dengan fungsi itu.
b. Persamaan (musâwah) dan tiadanya diskriminasi dalam bentuk apapun. Perlakuan yang sama yang dimaksud di sini adalah perlakuan yang sama kepada orang-orang yang mempunyai hak yang sama (karena kemampuan, tugas, dan fungsi yang sama), maka pengertian persamaan sebagai makna keadilan dapat dibenarkan. Seorang manajer diperlakukan persis sama dengan seorang pesuruh, maka yang terwujud bukanlah keadilan, melainkan justru kezaliman.
c. Pemberian hak kepada setiap orang yang berhak (I’thâ’ kulli dzi haqqin haqqahu). Kezaliman dalam pengertian ini ialah perampasan hak dari orang yang berhak, dan pelanggaran hak oleh yang tidak berhak. Berkaitan dengan adil dalam pengertian ini menyangkut dua hal, yakni masalah hak dan pemilikan dan kekhususan hakiki manusia atau kualitas manusiawi tertentu yang harus dipenuhi oleh dirinya dan diakui orang lain.
d. Keadilan Tuhan (al-‘adl al-ilâhi), berupa kemurahan-Nya dalam melimpahkan rahmat kepada seseorang sesuai dengan kesediaannya untuk menerima eksistensi dirinya dan pertumbuhannya ke arah kesempurnaan. Keadilan mengandung prinsip dasar yang universal, tetapi penerapannya masih harus mempertimbangkan batas waktu dan ruang.
Mohammad Daud Ali menempatkan keadilan itu sebagai salah satu nilai dasar ekonomi Islam di samping nilai dasar kepemilikan dan keseimbangan. Kata adil adalah kata yang paling banyak disebut dalam al-Qur’an (lebih dari 1000 kali), setelah perkataan Allah dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam Islam, keadilan adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia. Ini berarti bahwa nilai kata itu sangat penting dalam ajaran Islam, terutama dalam kehidupan hukum, sosial, politik, dan ekonomi. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa:
a. Keadilan itu harus diterapkan di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi dan konsumsi, misalnya, keadilan harus menjadi alat pengatur efisiensi dan pemberantas keborosan (Qs. al-Isra’ [17]:16). Dalam distribusi keadilan harus menjadi penilai yang tepat, faktor-faktor produksi dan harga, agar hasilnya sesuai dengan takaran yang wajar dan kadar yang sebenarnya. (Qs. al-Hijr [15]:19).
b. Keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar, melalui zakât, infâq, dan shadaqah. Watak utama nilai keadilan yang dikemukakan di atas adalah bahwa masyarakat ekonomi haruslah merupakan masyarakat yang memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran. Penyimpangan dari watak ini akan menimbulkan bencana bagi masyarakat yang bersangkutan.
Karena prinsip keadilan ini pulalah kiranya lahir kaidah yang menyatakan bahwa hukum Islam dalam praktiknya dapat berlaku sesuai dengan ruang dan waktu. Akan tetapi, ketika terjadi perubahan, kesulitan menjadi kelonggaran, maka terbataslah kelonggaran itu sekedar terpenuhinya kebutuhan yang bersifat primer atau sekunder (dlarûry atau hâjjiy). Kaidah yang menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip keadilan adalah: “al-Umûru idzâ dlâqat ittasa’at wa idza ittasa’at dlâqat”. Secara lebih khusus dalam ranah ekonomi Islam, Afzalurrahman membagi keadilan menjadi empat, yaitu keadilan dalam produksi, keadilan dalam konsumsi, keadilan dalam distribusi, dan keadilan dalam pertukaran.
2. ‘Adamu Tadlis, Al-gharar, wa Riba.
Tadlis ialah Transaksi yang mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak unknown to one party. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama (complete information) sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada sesuatu yang unknown to one party (keadaan di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini merupakan asymetric information. Unknown to one party dalam bahasa fikihnya disebut tadlis (penipuan), dan dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam: kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.
Gharar ialah suatu transaksi yang mengandung ketidak-jelasan atau ketidakpastian. Gharar mengandung incomplete information. Namun berbeda dengan tadlis, di mana incomplete informationnya hanya dialami oleh satu pihak saja (onknown to one party), misalnya pembeli saja atau penjual saja, dalam gharar incomplete information dialami oleh dua pihak, baik pembeli maupun penjual. Jadi dalam gharar terjadi ketidakpastian (ketidakjelasan) yang melibatkan dua pihak. Contohnya jual beli ijon, jual beli anak sapi yang masih dalam kandungan induknya, menjual ikan yang ada di dalam kolam, dsb. Sebagaimana tadlis, jual beli gharar juga terjadi pada empat hal, yaitu : kualitas, kuantitas, harga dan waktu.
Riba termasuk transaski yang bathil, bahkan hampir semua ulama menafsirkan firman Allah ”memakan harta dengan bathil” itu dengan riba sebagai contoh pertama. Riba secara etimologis berarti pertambahan Secara terminoligi syar’i riba ialah, penambahan tanpa adanya ’iwadh. Secara teknis, maknanya mengacu kepada premi yang harus dibayar si peminjam kepada pemberi pinjaman bersama dengan pinjaman pokok yang disyaratkan sejak awal. Penambahan dari pokok itu disyaratkan karena adanya nasi’ah (penangguhan).

3. Perbedaan ekonomi dalam batas yang wajar
Islam mengakui adanya perbedaan ekonomi di antara setiap orang, tetapi tidak membiarkannya bertambah luas, Islam berusaha menjadikan perbedaan itu dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan. Sesuai dengan firman Allah Swt.,









Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Qs. Az-Zukhrif: 32)

Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi, tetapi mengupayakan kesetaraan sosial. Kesetaraan sosial ini memungkinkan setiap orang memiliki peluang yang sama untuk berkompetisi menjadi yang terbaik. Kesetaraan ini membentuk keharmonisan dalam kehidupan manusia. Ketidakstabilan dan kesenjangan yang muncul di tengah masyarakat karena sistem yang diterapkan manusia. Misalnya, masyarakat lebih menghormati orang yang memiliki jabatan atau orang yang kaya raya, sehingga orang yang tidak memiliki jabtan dan yang tidak berharta merasa Allah tidak adil kepadanya.
Utang piutang merupakan salah satu dari sekian banyak jenis kegiatan ekonomi yang dikembangkan dan berlaku di masyarakat. Sebagai kegiatan ekonomi masyarakat, utang piutang mempunyai sisi-sisi sosial yang sangat tinggi. Selain itu, utang piutang juga mengandung nilai-nilai sosial yang cukup signifikan untuk pengembangan perekonomian masyarakat.
Islam sebagai agama yang universal dan menyeluruh (kamil dan syamil), memandang kegiatan ekonomi, di mana utang piutang juga termasuk di dalamnya, sebagai tuntutan kehidupan manusia. Di sisi lain, kegiatan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dianjurkan dan memiliki dimensi ibadah dalam intensitas yang cukup signifikan (Lubis, 2000: 1)
Dalam konsep Islam, utang piutang merupakan akad (transaksi ekonomi) yang mengandung nilai ta’awun (tolong menolong). Dengan demikian utang piutang dapat dikatakan sebagai ibadah sosial yang dalam pandangan Islam juga mendapatkan porsi tersendiri. Utang piutang juga memiliki nilai luar biasa terutama guna bantu membantu antar sesama yang kebetulan tidak mampu secara ekonomi atau sedang membutuhkan. Dari sini maka utang piutang dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk transaksi yang mengandung unsur ta’abbudi (Karim, 1997: 38)
Secara mendasar, karena sifat dan tujuan utang piutang tolong menolong, maka transaksi ini terlepas dari unsur komersial dan usaha yang berorientasi pada keuntungan (profit orientit). Sebagai contoh, A mengutangkan sejumlah uang atau barang pada B, jika tujuannya didasarkan atas niat tolong menolong, maka A tidak boleh mengharapkan keuntungan apapun dari B. Secara lahiriah, dalam konsep dasar di atas, A yang mengutangkan uangnya itu memberikan sesuatu pada B tanpa meminta imbalan material sedikitpun. Kenyataan terlihat bahwa B sebagai pihak yang berutang tidak diwajibkan secara material membayar lebih ketika mengembalikan uang yang dipinjamkannya pada A, dan bahkan B itu secara leluasa diberi wewenang untuk memanfaatkan uang itu. Karena itulah para ulama’ berpendapat bahwa utang piutang itu hukum asalnya sunnah (Karim, 1997: 38).
Sebagai salah satu bentuk transaksi ekonomi, utang piutang bisa berlaku pada seluruh tingkatan masyarakat baik masyarakat kuno maupun masyarakat modern. Berdasarkan pemikiran ini, utang piutang dapat diperkirakan telah ada dan dikenal oleh masyarakat yang ada di bumi ini ketika mereka berhubungan antara satu orang dengan orang lainnya.
Dalam kajian fiqh, seseorang yang meminjamkan uang pada orang lain tidak boleh meminta manfaat apapun dari yang diberi pinjaman, termasuk janji dari si peminjam untuk membayar lebih. Larangan pengambilan manfaat ini telah banyak dikemukakan oleh para pakar fiqh yang salah satunya Wahbah Zuhaily (Zuhaily, 1989: 475). Larangan pengambilan manfaat dari yang diberi pinjaman ini besumber dari kaedah sabda Rasulullah berikut;
كل قرض جرى منه منفعة فهو ربا
Setiap transaksi pinjam meminjam yang mengambil manfaat dari yang diberi pinjaman maka itu masuk kategori riba.
Namun apabila pihak yang menerima pinjaman ketika mengembalikan pada waktu yang telah ditentukan menambahkan dengan yang lebih baik yang tidak disertai syarat-syarat tertentu baik sebelum maupun sesudahnya, maka hal itu termasuk perbuatan yang baik. Pada era modern ini, hal inilah yang sering dipraktekkan dalam bank syari’ah. Dalam bank syari’ah hal ini diterapkan dengan bentuk produk qard al-hasan (Karim, 2001: 109-110).
Berdasarkan ayat-ayat tentang utang piutang sebagaimana di atas, maka dalam transaksi utang piutang terdapat illat (alasan) hukum yakni tolong menolong dalam kebaikan dan takwa sehingga dianjurkan atau tolong menolong dalam dosa sehingga perbuatan tersebut dilarang. Bahkan lebih dari itu dapat diketahui apakah utang piutang menjadi wajib, sunnah, makruh atau haram. Hal ini disebabkan karena illat hukum yang ada menentukan ada tidaknya suatu hukum dalam sebuah peristiwa hukum (Djamil, 1995: 48).
Sehubungan illat hukum tersebut, transaksi utang piutang bisa wajib atas seseorang jika ia mempunyai kelebihan harta untuk meminjamkannya pada orang yang sangat membutuhkan. Maksud dari membutuhkan di sini adalah seseorang yang apabila itu tidak diberi pinjaman menyebabkan ia teraniaya atau akan berbuat sesuatu yang dilarang agama seperti mencuri karena ketiadaan biaya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya atau ia akan mengalami kebinasaan. Kondisi inilah yang menyebabkan utang piutang menjadi wajib dan harus dikerjakan walaupun oleh satu orang saja (Karim, 1997: 38-39).
Hukum utang piutang bisa juga haram apabila diketahui bahwa dengan berutang seseorang bermaksud menganiaya orang yang mengutangi atau orang yang berutang tersebut akan memanfaatkan orang yang diutanginya untuk berbuat maksiat. Dalam kasus demikian, maka utang piutang yang berorientasi pada perbuatan tolong menolong dalam kemaksiatan. Maka dari itu, berdasarkan pada kondisi yang amat bervariasi, hukum utang piutang pun amat bervariasi pula, seperti wajib, haram, makruh dan mubah (Karim, 1997: 38-39).
Dalam konteks hukum Islam, utang piutang atau pinjam meminjam termasuk dalam kategori fiqh mu’amalah. Dengan demikian prinsip-prinsip Islam yang diterapkan dalam utang piutang atau pinjam meminjam ini adalah prinsip-prinsip fiqh mu’amalah. Pengetahuan prinsip-prinsip fiqh mu’amalah ini penting terutama untuk melakukan kajian terhadap transaksi ekonomi modern saat ini yang lebih cenderung dikerjakan oleh lembaga perbankan.
Basyir (2000: 15-16) menemukan rumusan prinsip-prinsip fiqh mu’amalah sebagai berikut;
1. Pada dasarnya segala bentuk mu’amalah (transaksi) hukumnya mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa hukum Islam memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam pengembangan bentuk dan macam-macam transaksi baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup dari suatu masyarakat.
2. Mu’amalah (transaksi) dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. Prinsip ini mengingatkan agar kebebasan kehendak para pihak yang melakukan transaksi harus selalu menjadi perhatian utama. Pelanggaran terhadap kebebasan kehendak ini akan berakibat pada tidak dapat dibenarkannya sesuatu traksaksi yang dilakukan. Sebagai contoh, seseorang yang dipaksa menjual rumah kediamannya, namun ia sebenarnya masih menginginkan untuk tetap tinggal di situ dan tidak ada sesuatu yang mengharuskan ia menjualnya, maka transaksi tersebut batal demi hukum.
3. Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari bahaya (madarat) dalam kehidupan masyarakat. Prinsip ini menghendaki bahwa suatu transaksi harus dilakukan berdasarkan pertimbangan pengambilan manfaat dan menghindari bahaya dalam hidup, baik untuk satu pihak maupun kedua belah pihak. Salah satu bentuk transaksi yang berakibat pada penyebaran bahaya di masyarakat adalah transaksi narkotika.
4. Mu’amalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, dan unsur-unsur yang mengarah pada pengambilan kesempatan dalam kesempitan (maisir, riba, gharar, dan bathil). Prinsip ini menentukan bahwa segala bentuk transaksi yang mengandung unsur penindasan dan kesewang-wenangan tidak dibenarkan dalam Islam. Contoh, dalam kasus utang piutang harus memberikan jaminan berupa barang. Untuk jumlah pinjaman yang lebih kecil barangnya lebih kecil atau untuk utang yang besar dengan barang yang besar pula.
Tentang riba, mayoritas Fuqaha’ membaginya pada dua macam, yaitu riba nasi’ah dan riba fadl. Sedang mazhab Syafi’i membagi riba menjadi tiga, yaitu riba fadl, nasi’ah dan yad. Ayat Al-Qur’an yang ditunjuk sebagai dalil dilarangnya kedua macam riba tersebut adalah ayat-ayat yang terdapat dalam al-Baqarah dan Ali Imran, tetapi dalam pengulasannya, ada kesan bahwa ayat-ayat tersebut berbicara tentang riba nasi’ah sesuai dengan kasus-kasus riba jahiliyyah yang melatar belakangi turunnya ayat tersebut (Antonio, 2001: 41).
Rumusan riba nasi’ah seperti telah dikemukakan itu dapat mendeskripsikan bentuk formal praktek riba jahiliyyah secara tepat. Kegiatan ekonomi yang mengandung unsur “kerugian sepihak” dan “dzulm” sebagai hakikat riba itu, nampaknya sampai masa fuqaha’, formulanya tetap. Artinya, setiap “tambahan atas pokok pinjaman” itu dapat dipastikan akan mendatangkan zulm (Zein, 2004: 198)
Demikian mapannya rumusan riba nasi’ah itu, menurut Dumairi (1992: 112) sehingga para fuqaha’ tidak lagi sempat memikirkan “apa sebab riba mendatangkan kesengsaraan” perhatian mereka tertuju pada pencarian ‘illat, benda-benda apa yang boleh atau tidak boleh diperjualbelikan dengan tenggang waktu, padahal di zaman modern ini, orang tidak lagi jual beli kurma dengan gandum, atau garam dengan garam, misalnya, hampir semua teransaksi, baik jual beli, penyimpanan maupun peminjaman, tidak lagi dilakukan dengan barang, melainkan dengan uang sesuai dengan fungsinya sebagai standar harga dan sarana pertukaran barang (medium of exchange).

D. Fenomena yang Terjadi
Qard sering kali jadi perbincangan dikalangan ulama karena banyaknya problematika yang terjadi pada saat ini. Tidak sesuai dengan aturan hukum islam, hingga secara hukum tidak memenuhi syarat Qard sebagaimana yang telah diatur. Bahkan dalam prekpektif sosial, manusia tidak sadar akan mahluk yang saling membutuhkan. Satu sama lain saling memberikan pertolongan.
Secara finansial banyak sekali yang ekonominya masih rendah, sehingga masih banyak kekurangan dalam menghidupi rumah tangganya. Baik kepentingan keluarga maupun kepentingan lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam kehidupan mereka. Disitulah manusia harus sadar dan mampu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi saudaranya sendiri sesuai dengan hadits Nabi SAW, Al-Muslimu Akhu Al-Muslim.
Bukan seperti sekarang, ketika tengganya butuh pinjaman uang malah diberatkan dengan pinjamannya yang harus dikembalikan dengan nilai lebih. Memang ia memberikan pinjaman tapi secara hukum islam itu tidak diperbolehkan kesuali Muqrid ikhlas memberinya secara Cuma-Cuma bukan karena ada perjanjian terlebih dahulu dengan si Muqtarid untuk membayar lebih dari yang dipinjaminya.
Jadi sangat jelas pada saat sekarang dengan hadirnya arus globalisasi dan krisis ekonomi serta krisis iman, maka terjadilah hal-hal yang berani keluar dari koridor-koridor hukum.

E. Analisis Masalah
Dalam analisa disini perlu kami tegaskan bahwa sanya banyak istilah yang digunakan baik dengan menggunakan istilah Qard, dain, kredit maupun pinjaman (lebih khusus uang) dalam kaca mata masyarakat. Akan tetapi pada intinya sama karena pada awalnya ulama fiqih mengistilahkan Qard sebagai pinjaman dari orang lain yang boleh diambil manfaatnya dari barang tersebut dan dikembalikan kepada pemiliknya dengan batas waktu yang telah disepakati oleh dua belah pihak.
Secara terminology fiqh ulama lebih menyepakati dengan istilah dain karena pinjaman yang diperdebatkan ditengah-tengah masyarakat lebih kepada pinjaman uang yang dipinjamkan oleh Muqtarid kepada muqrid. Hanya saja mayoritas tidak menerapkan hukum islam yang sudah menjadi ketetapan para mujtahidin terdahulu.
Dain memang diperbolehkan bahkan disunahkan dalam hukum islam karena hal tersebut berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dengan syarat muqtarid tidak meminta imbalan serta lebihnya barang yang dipinjamkan karena hal tersebut yang dimaksud dengan riba yang dibagi dua maupun tiga menurut ulama Syafi’iyah yang telah dijelaskan diatas.

Sesungguhnya menurut hemat penulis, standarisasi dengan harga barang yang di nilai dengan emas dan perak lebih membawa kepada spek maslahat, baik bagi si peminjam atau bagi yang meminjamkan. Agar dapat dijadikan pijakan analisis terhadap hutang piutang berstandarisasi harga barang, perlu diperhatikan pandangan para ulama tentang hutang piutang berikut ini:
1. Mazhab Hanafiyah: jika keuntungan tersebut tidak dipersyaratkan dalam akad atau jika hal itu tidak menjadi ‘urf (kebiasaan di masyarakat) maka hukumnya adalah boleh.
2. Mazhab Malikiyah: hutang piutang yang bersumber dari jual beli, penambahan pembayaran yang tidak dipersyaratkan adalah boleh. Sedangkan dalam hal utang piutang (al-qardl), penambahan pembayaran yang tidak dipersyaratkan dan tidak dijanjikan karena telah menjadi kebiasaan di masyarakat, hukumnya adalah haram. Penambahan yang tidak dipersyaratkan dan tidak menjadi kebiasaan di masyarakat baru boleh diterima.
3. Mazhab Syafii: penambahan pelunasan utang yang diperjanjikan oleh muqtaridl (pihak yang berhutang), maka pihak yang menghutangi makruh menerimanya.
4. Mazhab Hambali: pihak yang menghutangi dibolehkan menerima penambahan pelunasan yang diperjanjikan oleh muqtaridl (pihak yang berhutang dibolehkan menerimanya.
5. Sementara, Syekh Zainuddin al-Malibary menyebutkan bahwa boleh bagi muqridl menerima kemanfaatan yang diberikan kepadanya oleh muqtaridl tanpa disyaratkan sewaktu akad, misalnya kelebihan ukuran atau mutu barang pengembalian dan pengembalian lebih baik dari yang dihutangkan. Bahkan melebihkan pengembalian hutang adalah disunnahkan bagi muqridl karena Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya yang paling baik di antara kalian adalah yang paling bagus dalam membayar hutangnya.
Argumentasi para ulama tersebut memang sangat bervariasi. Hanya Imam Hambali yang kelihatan agak longgar dengan membolehkan mengambil kelebihan pelunasan dari yang berhutang asalkan kelebihan itu dijanjikan oleh pihak yang berhutang.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Utang piutang (Qard, Dain) itu sangat dianjurkan dalam islam, bahkan menjadi perintah Allah sendiri yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an. Banyak ulama yang menghukumi diakibatkan banyaknya cara dalam proses peminjamannya. Uatag piutang yang diperbolehkan dalam islam sudah memenuhi rukun, sesuai persyaratan barang yang akan dipinjamkan dan sekaligus memnuhi sahnya Qard.
Misalnya, dalam qard tidak diperbolehkan memberikan pinjaman kepada orang yang mau menggunakan untuk jalam maksiat contohnya digunakan berjudi, berzina atau yang lainnya masuk dalam kategori maksiat. Hal tersebut bukan menjadi sunah lagi, tapi diharamkan memberikan pinjaman pada muqrid. Dan juga yang perlu diingat dalam memberikan pinjaman jangan sekali melebihi dari barang yang dipinjamkannya misalnya memberikan pinjaman uang sebesar Rp. 200.000 maka harus tidak dilebihkan dari jumlah itu. Perbedaan itulah yang menyebabkan hukum berbeda-beda.
2. Sangat dilarang bahkan diharamkan dalam islam, Karena itu termasuk riba, sedangkan riba itu diharamkan oleh Allah SWT. Makanya sangat dianjurkan untuk tidak dilakukan bagi siapa saja karena salah satu dari dua belah pihak ada yang dirugikan.